Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Keikhlasan yang Sudah Mati

18 November 2020   19:07 Diperbarui: 18 November 2020   19:14 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari twitter @kulturtava

Lalu bersungut-sungutlah perempuan itu, karena pahit rasanya tersesat dalam hamparan mimpi. Dia kompromi untuk melakukan apa yang tidak benar. Seperti berada di tepi air yang penuh duka. Penuh kehangatan amarah.

Sejauh ini, perempuan itu tidak sekali-kali membebaskan diri dari rasa bersalah. Melakukan disabilitas nurani seperti keikhlasan yang sudah mati dalam dunianya. Gemetar dan menjadi sunyi sepi waktu yang dia jalani. Perempuan itu mengalami waktu kesusahan. Seperti menyeberangkan diri sendiri ke dalam gelap.

Dia sering menawarkan diri pada macam-macam lagu yang menghadirkan kenangan pilu. Saat hari menjadi gelap, perempuan itu menyimpan banyak rahasia yang akan menabur dan menuai tangisan. Kesengsaraan timbul berkali-kali pada dirinya, dia masih suka mengabaikan hal itu. Keikhlasan yang sudah mati terhadap kesadaran hidup adalah bagian hidup perempuan itu. Seakan telah dimakan habis jerami kering nalar perempuan itu.

Ah, entah sampai berapa lama lagi perempuan itu seperti itu?

Aku berharap, dia tidak akan lenyap seperti duri yang berjalin-jalin. Tidak akan terbabat dan mati binasa dalam keadaan yang sia-sia. Biarlah perempuan itu dan saujanya tidak lagi merancang kejahatan dan sesuatu yang dursila. Mampu meredam konflik yang timbul dari dalam semestanya. Hingga berani memutuskan belenggu-belenggu yang merayu dan menggoda hatinya lagi. Tidak lagi menjadi perusak untuk dirinya sendiri.

Ini harapan yang sungguh untuk perempuan itu.

***
Rantauprapat, 18 November 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun