Mohon tunggu...
Luqmanul hakim
Luqmanul hakim Mohon Tunggu... DIrektur Program dan Pemenangan Pusat Polling Indonesia

Peneliti dan konsultan komunikasi politik di Pusat Polling Indonesia yang berdedikasi dalam riset survei, analisis strategis, dan jurnalisme. Alumni Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. Selama 6 tahun menjadi jurnalis TV di NET TV dengan berbagai penugasan dari politik, ekonomi, hukum dan luar negeri. Saat ini menjabat sebagai Direktur Program Pusat Polling Indonesia lembaga yang didirikan untuk ikut terlibat dalam pembangunan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Kuota Haji, Keserakahan dan Luka Umat Islam

10 September 2025   22:29 Diperbarui: 11 September 2025   11:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika, Filosofi, dan Tanggung Jawab Negara

Ibadah haji bukan sekadar perjalanan ritual, melainkan simbol kesetaraan umat di hadapan Allah. Saat ihram dikenakan, raja dan rakyat, pejabat dan petani, semua sama di hadapan Ka'bah. Filosofi kesetaraan inilah yang dikhianati ketika kuota diperjualbelikan.

Negara yang membiarkan hal ini sama saja dengan merusak fondasi etika masyarakat. Soekarno pernah berpesan bahwa tujuan kemerdekaan adalah membawa rakyat pada "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Keadilan sosial itu hancur jika yang kaya bisa membeli hak spiritualnya, sementara yang miskin hanya bisa menunggu tanpa kepastian.

Etika politik menuntut negara untuk hadir sebagai pengawas yang tegas. Negara tidak boleh sekadar menjadi fasilitator, tetapi harus menjadi penjaga moralitas publik. Jika tidak, luka kolektif umat akan semakin dalam.

Menutup Luka dengan Keberanian Politik

Kasus korupsi kuota haji adalah peringatan keras. Ia menunjukkan bahwa serakahnomic bukan sekadar teori politik, melainkan realitas telanjang yang merampas hak-hak umat islam. Ia menegaskan bahwa keserakahan, bila dibiarkan, bisa menyusup ke sektor apa pun, bahkan ke ruang paling suci dalam agama.

Sejarah mengajarkan bahwa bangsa yang besar bukanlah bangsa tanpa luka, melainkan bangsa yang berani menghadapinya. Korupsi kuota haji adalah luka kolektif umat. Namun, setiap luka membawa peluang untuk penyembuhan. Kementerian Haji dan Umrah yang baru lahir bisa menjadi momentum reformasi. Penegakan hukum tanpa pandang bulu bisa mengembalikan kepercayaan. Dan transparansi distribusi kuota bisa menutup pintu bagi permasalahn kuota haji kedepan.

Dengan keberanian politik, pemerintah bisa menutup jalur korupsi, memperbaiki sistem, dan mengembalikan kesucian ibadah. Pada akhirnya, haji harus kembali menjadi perjalanan spiritual yang setara bagi semua umat, bukan privilege yang bisa dibeli oleh segelintir orang.

Haji bukanlah komoditas. Ia adalah amanah. Dan amanah hanya bisa ditegakkan jika kesucian dijaga dari keserakahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun