Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Opini tentang Kritik

28 Oktober 2021   11:29 Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:42 2200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kritik | image by www slon pics from pixabay

Apalagi kalau yang dikritik itu pejabat publik.

Ketika kebijakan mereka dikritik rakyat, kenapa rakyat juga yang kudu mikir solusinya? 

Memangnya tuan dan puan kami pilih untuk apa? Tuan dan puan digaji dari uang rakyat untuk apa?

Ketiga, jangan merespon kritik dengan whataboutism

Whataboutism berasal dari kata "what about.." atau "bagaimana dengan..." , adalah kesesatan berpikir (logical fallacy) di mana satu pihak membelokkan kritik atau tudingan dari pihak lain dengan menyangkal isu lainnya yang dianggap setara tapi tidak relevan.

Whataboutism merupakan teknik propaganda yang pernah digunakan oleh Uni Soviet saat berinteraksi dengan dunia Barat semasa Perang Dingin.

Ketika pemerintah Uni Soviet dikritik mengenai pelanggaran HAM, Soviet selalu mengelak sambil menyerang balik dengan membeberkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara Barat, seperti "Bagaimana dengan perlakuanmu terhadap orang-orang kulit hitam?"

Taktik ini kembali digunakan pasca pecahnya Uni Soviet bahkan sampai sekarang sehingga dunia Barat sering menyebutnya sebagai "tradisi" hingga "ideologi nasional Rusia". 

Pada praktiknya, whataboutism tidak hanya dipakai oleh pemerintah Rusia tapi juga terjadi dalam interaksi sehari-hari, termasuk ketika berdebat dengan sesama warganet di media sosial.

Salah satu contohnya adalah ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengeluarkan Seruan Gubernur (Sergub) No.8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Merokok beberapa waktu lalu. Kebijakan tersebut rupanya mengundang perdebatan di kalangan warganet.

Salah seorang warganet merespon kebijakan tersebut dengan argumen, "Gula juga bahaya bikin diabetes, kok enggak diatur?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun