Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mimpi, Ambisi, dan Tuntutan sebagai Perempuan

25 September 2020   12:21 Diperbarui: 25 September 2020   21:43 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peran perempuan seringkali dibatasi hanya sekadar urusan-urusan domestik. Di ruang publik, laki-laki masih mendominasi hampir dalam segala hal sehingga ketidaksetaraan (bukan kesamaan) gender masih menjadi PR bersama. 

Tuntutan Sebagai Perempuan

Hidup seorang perempuan selalu dipenuhi dengan tuntutan dari orang-orang di sekitarnya. Entah itu dari keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan kerja dan masyarakat. Perempuan seringkali merasa gagal "menjadi perempuan" hanya karena tidak dapat memenuhi standar sosial tertentu. 

Misalnya, standar kecantikan yang mendefinisikan perempuan cantik adalah yang berkulit terang, rambut hitam panjang dan bertubuh langsing. Persis seperti perempuan-perempuan dalam iklan di televisi.

Apalagi dengan adanya media sosial berupa instagram yang kerap menampilkan selebgram-selebgram atau influencer cantik, modis dan body goals.

Seketika itulah mereka yang dianggap tidak memenuhi standar kecantikan tersebut merasa dirinya jelek dan tidak percaya diri. 

Ada lagi yang namanya standar istri ideal. Seorang perempuan baru bisa disebut istri idaman kalau pintar masak.

Jadi, tidak peduli apakah kamu itu perempuan secantik Raisa, secerdas Maudy Ayunda atau sekaya Nia Ramadhani sekali pun, kalau kamu nggak bisa masak, belum pantas dikatakan sebagai istri idaman atau perempuan yang layak dinikahi. 

Ini belum ditambah tuntutan-tuntutan lainnya ketika sudah menjadi istri, seperti harus selalu rapi, wangi dan cantik. Muka kucel dan badan melar bakal dianggap sebagai tanda bahwa istri tidak pandai merawat diri. Padahal kerjaan istri aja udah banyak banget. Bisa mandi atau tidur sebentar aja udah syukur. 

Mimpi dan Ambisi Perempuan

ilustrasi wanita karir-photo by Andrea Piacquadio from pexels
ilustrasi wanita karir-photo by Andrea Piacquadio from pexels

"Jadi perempuan nggak usah pinter-pinter amat. Nanti nggak ada laki-laki yang mau sama kamu"

"Ngapain sih sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga?"

"Ngejar karir terus, nikahnya kapan?"

Sebagai seorang perempuan, mungkin kita sering mendengar ucapan-ucapan ini. Kita takut gagal, namun juga takut sukses di saat yang sama. 

Perempuan takut menjadi pintar, berpendidikan tinggi atau memiliki karir cemerlang karena katanya nanti susah jodoh. Laki-laki banyak yang minder lalu kabur. 

Society kita sangat mengglorifikasi pernikahan. Perempuan yang sudah menikah akan dianggap lebih tinggi derajatnya dibanding yang belum menikah atau berstatus janda. Seolah-olah menikah adalah "the one and only goal you have to achieve in your 20s". 

Tidak peduli setinggi apapun pendidikanmu, secerdas apapun kamu, secemerlang apapun karirmu dan sebanyak apapun kontribusimu bagi hidup orang lain, kalau kamu perempuan sudah berumur 30-an dan belum juga menikah, kamu hanya akan jadi bahan olok-olok.

Seolah-olah semua kerja kerasmu, prestasimu, kontribusimu tidak berarti apa-apa di mata mereka. Kamu cuma akan dicap sebagai perawan tua.

Akhirnya banyak perempuan yang tidak berani bermimpi dan punya ambisi. Mimpi dan Ambisi adalah barang mahal bagi perempuan. Adalah suatu privilese ketika seorang perempuan dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa mendukungnya mewujudkan mimpi-mimpinya. 

Kesuksesan Laki-laki vs Kesuksesan Perempuan

Menjadi perempuan sukses kadang seperti petaka. Tidak melulu menjadi kebanggaan. Beda halnya dengan kesuksesan yang diraih oleh laki-laki. 

Kalau laki-laki punya mimpi dan ambisi yang besar, akan ada banyak orang yang mendukung mereka. Sementara perempuan, hanya akan diremehkan. 

"Emangnya kamu bisa?"

Kesuksesan yang diraih laki-laki menyebabkan mereka panen pujian. Orang-orang menyebut kecerdasannya, ketegasannya, kreativitasnya, kepemimpinan dan lain-lain. Sementara perempuan yang meraih kesuksesan, bakal dianggap biasa saja. 

"Untung kamu cantik makanya bisa mendapatkan semua ini". 

Padahal prestasi-prestasi ini diperoleh dengan kemampuan dan kerja kerasnya. Tapi orang-orang jarang ada yang fokus pada kemampuannya. Contohnya?

Lihatlah, bagaimana media membingkai pemberitaan prestasi seorang perempuan. Entah itu bintang film, penyanyi, atlet, pebisnis, pejabat publik dan sebagainya.

Media selalu saja melekatkan kata "cantik" atau "seksi" di belakang titel nya, seperti "atlet cantik ini" atau "artis seksi ini".

Belum lagi komentar-komentar para netizen yang lebih banyak mengomentari fisiknya dibandingkan prestasi atau kemampuannya.

Padahal perempuan tidak cuma punya fisik yang indah, tapi juga kecerdasan, kemampuan, passion, kepribadian dan hal lainnya yang lebih berfaedah untuk dibahas. 

Menjadi perempuan itu berat. Dan lebih berat lagi kalau kamu menjadi perempuan di lingkungan yang masih kental dengan budaya patriarki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun