Mohon tunggu...
luluq intan
luluq intan Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Saya Luluq Intan penulis lepas dari Lombok. Menulis adalah cara saya berdamai dengan dunia, dan dengan diri sendiri. Di waktu senggang, saya suka membaca, memelihara kucing, dan menulis hal-hal kecil yang kadang terasa besar.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Rumah di Samping Masjid: Kisah Mistis Saat KKN di Lereng Merapi

30 Juni 2025   20:01 Diperbarui: 30 Juni 2025   20:01 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Kadang, kita memang tidak sendiri. Tapi bukan berarti kita harus tahu siapa yang bersama kita. Karena, mungkin justru mereka tak ingin terlihat.

 Beberapa hari setelah kejadian itu, suasana posko berubah. Kami tetap menjalankan kegiatan seperti biasa, mengajar di sekolah, membantu posyandu, ikut gotong-royong, tapi setiap kali malam tiba, suasana rumah berubah mencekam. Lampu di dapur kadang tiba-tiba padam. Atau bunyi langkah pelan di atap saat tengah malam, yang kami pikir tikus, tapi tak pernah ada suara lari atau jejak lainnya. 

Rita pernah bercerita pelan saat kami menyiapkan sarapan. 

"Semalam aku kayak denger suara perempuan nangis dari arah kamar mandi..." 

Aku dan Windy  hanya diam. Tak ada yang menanggapi, tapi tak juga ada yang menyangkal.

 Suatu sore, kami kedatangan tamu tak terduga, seorang ibu paruh baya yang ternyata dulu pernah tinggal di rumah itu sebagai pembantu almarhumah. Ia datang membawa beberapa pisang rebus dan duduk lama di teras. Percakapannya dengan Hendy membuat kami ikut merapat. 

"Dulu itu rumah disakralkan, Mas. Banyak yang nggak kuat tinggal di sini. Tapi nenek itu orangnya halus. Nggak ganggu kalau kita sopan. Tapi jangan pernah buka dapur bagian kiri. Di situ tempat terakhir dia sakit keras." 

Kami langsung menoleh ke arah dapur yang dimaksud. Ternyata itu bagian kecil di balik pintu yang selama ini tertutup rak bumbu. Hendy tahu. Ia memang sengaja menyuruh kami tidak ke sana. 

Pada malam-malam berikutnya, beberapa kejadian makin sering muncul. Seperti saat Windi lupa menutup jendela kamar. Di pagi hari, jendela itu terbuka lebar dan tirai melambai pelan meski angin tak terasa. Di luar jendela, ada bekas tapak tanah di lantai semen. Tapi anehnya, hanya satu pasang tapak, tanpa jejak masuk atau keluar.

Tyo juga sempat sakit selama tiga hari. Demam tinggi. Saat sadar, ia bilang seperti bermimpi terus-menerus. Tapi yang ia ingat hanya sosok pria tua duduk di kursi tamu sambil membacakan doa dalam bahasa yang tidak ia mengerti.

"Kayak bukan bahasa Arab, tapi aku ngerti maknanya: katanya, aku tamu. Tapi tidak semua tamu disambut baik." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun