Mohon tunggu...
luluq intan
luluq intan Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Saya Luluq Intan penulis lepas dari Lombok. Menulis adalah cara saya berdamai dengan dunia, dan dengan diri sendiri. Di waktu senggang, saya suka membaca, memelihara kucing, dan menulis hal-hal kecil yang kadang terasa besar.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Rumah di Samping Masjid: Kisah Mistis Saat KKN di Lereng Merapi

30 Juni 2025   20:01 Diperbarui: 30 Juni 2025   20:01 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Malam itu, malam Selasa ketiga kami di desa, menjadi malam yang tak akan saya lupakan. Saat pengajian berlangsung, kami perempuan sedang menata hidangan. Tiba-tiba Hendy datang tergesa dan menyuruh kami semua masuk ke kamar. "Jangan tanya dulu. Masuk aja. Sekarang," katanya pelan tapi tegas. 

Kami nurut. Beberapa menit kemudian, kami mendengar suara-suara masuk ke ruang tamu. Salah satunya adalah pria yang disebut-sebut sebagai ustaz. Ia mencari kami. Hendy menjawab kami sedang istirahat. Suasana menjadi tegang.

Tiba-tiba, Tyo masuk ke kamar mengambil dompetnya. Wajahnya pucat. Ia hanya berkata, "Nanti aku jelaskan," lalu keluar.

Setelah semua tamu pulang, Hendy menjelaskan. Ia bilang pria itu bukan ustaz biasa. Aura dan sikapnya aneh. Ia tahu tentang Tyo yang ternyata membawa benda peninggalan dari keluarganya di Sumatera, benda itu katanya memiliki "penjaga". Dan pria itu ingin mendekatinya, entah dengan tujuan apa.

Pria itu juga mengatakan, rumah yang kami tempati seharusnya tidak dihuni. "Anehnya, mereka tidak diganggu," katanya. Hendy akhirnya mengaku, sejak awal ia tahu rumah itu angker. Itulah sebabnya ia melarang kami ke belakang. Konon, pernah ada ular besar muncul di salah satu ruangan belakang. Juga, sosok pocong yang sering terlihat di pohon pisang dekat kamar mandi.

Windi juga pernah melihat nenek tersenyum padanya dari dapur. Kami kira hanya warga. Tapi saat seorang tetangga memperlihatkan foto almarhumah pemilik rumah, Windi langsung gemetar. "Itu orangnya," katanya.

Keesokan harinya, keluarga nenek itu datang. Mereka membawa sesajen dan meletakkannya di sudut rumah. Warga bilang, itu tradisi tahunan setiap hari lahir sang almarhumah. Kami hanya bisa diam.

Beberapa hari kemudian, saya sedang duduk di ruang depan ketika Hendy menghampiri sambil tersenyum tipis.

"Lis, kamu kenapa bawa banyak orang ke sini? Lain kali jangan bawa yang aneh-aneh ya..."

Saya tertawa kecil, mengira dia bercanda. Tapi dalam hatiku, kalimat itu menggema. "Orang?" Siapa yang dia maksud? Saya sendirian waktu itu.

Saya belajar banyak dari KKN ini, bukan hanya soal pengabdian dan program kerja, tapi juga tentang bagaimana kita harus hormat pada tempat yang kita tinggali. Ada ruang-ruang yang bukan milik kita. Ada waktu-waktu yang bukan untuk kita isi seenaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun