Mohon tunggu...
Lukas SungkowoJoko Utomo
Lukas SungkowoJoko Utomo Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis buku

Katekis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simbok Payun

7 Juni 2023   08:19 Diperbarui: 7 Juni 2023   08:39 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku nunggu di sini saja nak.., capek kalau harus balik lagi," jawabnya

"Kalau begitu, simbok balik saja, ini sekedar uang untuk beli minum," kataku sambil menyodorkan uang sepuluh ribuan.

Simbok tua itu tersenyum, sambil menggeleng tanda menolak pemberianku.  "Ah... maruk juga nih Simbok, dikasih sepuluh ribu masak masih nolak," pikirku.  Aku semakin tidak nyaman, maka kutinggal Simbok di belakangku.  Aku meneruskan perjalanan yang tinggal beberapa langkah menuju pintu gua.

Aku sedikit kaget ketika tetes air jatuh dari batu yang bergelantungan mengenai kepalaku.  Kutelusuri celah celah yang ada dalam gua tersebut, sambil mencari tempat terbaik untuk duduk.  Tempat yang tidak banyak diganggu orang.  Dan aku menemukan tempat terbaik itu, di samping patung Bunda Maria, tetapi agak sedikit tersembunyi karena tertutup beberapa stalaktit dan stalakmit.

Gua Maria, bagi umat katolik merupakan tempat ziarah dan berdoa.  Tetapi aku tidak ingin berdoa, aku hanya ingin merasakan suasana tenang, untuk sesaat saja.

Kalau biasanya orang datang berziarah untuk meminta berkat, atau jalan terang dari kesulitan hidup yang dialami, bagiku, itu tidak berlaku.  Paling tidak untuk saat itu.  Aku hanya ingin duduk  tanpa ada yang mengganggu.  Namun ternyata, aku tidak bisa duduk dengan tenang.  Aku gelisah, namun aku tidak berusaha untuk membunuh rasa gelisahku.  Aku ingin membiarkan gelisahku menjalar ke seluruh tubuhku, keseluruh hidupku.  Kubiarkan pikiranku, hatiku mengembara melihat waktu waktu yang telah kulalui, maupun saat saat yang akan kulalui.

*************

"Kasusmu ini memang agak rumit, mas," kata dokter Andika, spesialis syaraf sekaligus psikiater yang memeriksaku.

"Kenapa Dok?" tanyaku.

"Kalau aku lihat hasil CT Scan Brain ini, memang agak berat penyakitmu," jawab dokter Andika

"Memang kenapa dok?" tanyaku semakin ingin tahu namun juga sedikit takut.  Hampir dua tahun aku ditangani dokter Andika, tetapi baru kali ini beliau mengeluh seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun