Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berfikir Kritis, Metode Menyusun Paradigma Transformatif

28 Oktober 2018   00:35 Diperbarui: 28 Oktober 2018   00:59 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cara untuk Tetap Hidup di Tengah Gurun Kekeringan IdeBerfikir Menjadi (Bukan) Sebuah Keharusan

Kapan kita mulai menyadari bahwa kita sedang berfikir, itu pertanyaan pertama. Sebelum menjawab pertanyaan itu, apakah kita sudah benar-benar tau dan memahami; apa itu berfikir? Jika masih bertanya tanya perihal; apa itu berfikir, sepertinya pertanyaan perihal kapan kita berfikir mustahil kita akan menjawab.

Tapi tunggu dulu sepertinya bukan hanya ada dua pertanyaan yang harus segera dijawab, tapi akan ada beberapa pertanyaan susulan lainnya yang akan segera menyeruak mengganggu pikiran kita.

Jika memang kedua pertanyaan awal tersebut tak mampu dijawab untuk saat ini, sepertinya kita akan kesulitan sama sekali untuk menindaklanjuti pembahasan kita mengenai berfikir. Karena akan ada pertanyaan selanjutnya yang akan lebih menyusahkan hidup kita, jika kita tak mampu merumuskan dua jawaban untuk dua pertanyaan diawal. Yaitu bagaimana sebenarnya berfikir? Dan, mengapa kita harus bersusah payah untuk berfikir.

Pernahkah kita berada dalam sebuah situasi percakapan dengan seorang kerabat sahabat atau orang lain yang tak mampu menangkap maksud apa yang dibicarakan. Meskipun bahasa yang digunakan saat bercakap-cakap ketika itu masih menggunakan bahasa yang tak asing bagi telinga kita, yakni Bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang lazim digunakan masyarakat kampung halaman kita.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi dalam otak kita. Sekalipun kita paham betul bahasa yang digunakan, tapi mengapa kita tetap tidak bisa menangkap maksud dari orang yang kita ajak bercengkrama.

Penjelasan dari apa yang sedang terjadi pada kita, yang tak mampu menangkap maksud dari lawan bicara kita adalah karena kita tidak sedang berfikir. Sepertinya kita harus mencocokkan situasi dimana kita tak memahami maksud dari lawan bicara kita seperti kasus diatas dengan  pertanyaan diawal tentang apa itu berfikir dan kapan kita berfikir. Maka jawaban dari kapan kita berfikirpun sepertinya telah terjawab yakni ketika segala hal yang ada di luar diri kita atau kehidupan dengan seisi dunianya, harus (terpaksa ataupun tidak) bersentuhan dengan diri kita.

Sebagaimana yang dipaparkan Budi F. Hardiman dalam pembahasannya tentang hermeneutika, bahwa aktivitas manusia sebenarnya tak lebih dari upaya memaknai atau mencari pemahaman terus menerus. Dapat kita simpulkan jika kapan proses berfikir itu terjadi adalah ketika kita sedang memiliki kepentingan untuk mengerti dan memahami realitas di luar diri kita.

Ketika kita memiliki kepentingan untuk memahami dan mengerti, disaat yang bersamaan kita sebenarnya telah mempersiapkan otak untuk melakukan aktivitas berfikir. Dan cukup sederhana, jika pada suatu ketika kita tak mampu memaknai atau memahami perkataan lawan bicara, sebagaimana kasus diatas bisa diartikan kita sedang tidak memiliki kepentingan dengan realitas yang dimaksud, dalam kata lain kita tidak sedang berfikir.

Akhirnya kita tau kapan kita harus berfikir, setelah kita tahu kapan kita berfikir tak lama lagi kita akan memahami sebenarnya apa itu berfikir. Apakah benar aktivitas berfikir itu terjadi, ketika kita sedang duduk termenung dengan tangan menopang dagu. Ataukah berfikir itu aktivitas yang menghasilkan ekspresi mimik wajah mengkerut dengan tangan yang menggaruk kepala.

Apakah memang demikian seseorang dikatakan berfikir akan tampak sebagaimana ciri-ciri yang nampak seperti menggaruk kepala, tangan yang menopang dagu atau ekspresi mimik wajah mengkerut. Jika memang benar demikian, maka kita tidak akan mampu membedakan seseorang yang sedang sakit perut (mulas) dengan orang yang sedang berfikir. Karena mereka yang sakit perut sepertinya menggunakan ekspresi mimik wajah yang sama seperti orang berfikir yakni mengkerut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun