Mohon tunggu...
Luh PutuHamidah
Luh PutuHamidah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Undergraduate Student at Institut Teknologi Sepuluh Nopember(ITS) Presenter;campers;News Reporter ITS TV Able to be your Master of Ceremonies

Selanjutnya

Tutup

Financial

Akibat Kurangnya Alternatif Skema Pembiayaan, Pengembangan Infrastruktur Transportasi Terhambat

7 Juni 2022   08:15 Diperbarui: 7 Juni 2022   08:23 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu bentuk pemulihan aspek ekonomi dimasa pandemi ditetapkan kebijakan pada tahun 2021 hingga saat ini yaitu untuk memulihkan ekonomi guna menciptakan lapangan kerja, dengan pemulihan industry manufaktur, pariwisata, investasi, dan pembangunan infrastruktur di pedesaan dan perkotaan. Pembangunan infrastruktur merupakan upaya yang penting guna menyediakan sarana dan prasarana yang berkelanjutan bagi masyarakat. Adanya pembangunan infrastruktur ini berperan dalam pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu, pentingnya pengembangan infrastruktur di Indonesia bukan hanya untuk pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk menciptkan Negara Indonesia yang berdaya saing dan berkompetisi dengan negara lain.  

Berdasarkan penilaian International Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking 2020, peringkat daya saing Indonesia yang semula pada posisi 32 di tahun 2019 menurun menjadi peringkat 40 dari 63 negara pada tahun 2020. Adapun, pada level Asia Pasifik posisi Indonesia berada di peringkat 11 dari 14 negara. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing yaitu infrastruktur. 

Dalam RPJMN IV Tahun 2020-2024 disebutkan bahwa salah satu dari agenda pembangunan adalah memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar dengan tujuan untuk menciptakan pembangunan nasional yang merata serta meningkatkan kemampuan daya saing Indonesia. Hal ini yang menjadi dasar pemerintahannya menggenjot pembangunan tol sebagai salah upaya pembangunan infrastruktur transportasi agar Indonesia bisa berkompetisi dengan negara lain. Namun dalam usahanya membangun infrastruktur ternyata terdapat berbagai permasalahan salah satu permasalahan terpenting yaitu pembiayaan infrastruktur khususnya jalan tol.

Permasalahan pembiayaan lagi-lagi menjadi hambatan terbesar dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia terutama di era pandemic covid-19. Krisis akibat pandemic covid-19 ini menyebabkan banyaknya proyek yang tertunda akibat keterbatasan pendanaan pemerintah sekaligus pengalihan dana yang focus terhadap penanganan pandemic covid-19. Masalah pembangunan jalan tol saat ini terkait pembiayaan sebetulnya sudah dianggarkan oleh pemerintah sebesar Rp6.445 triliun untuk infrastruktur yang mana APBN hanya mampu menyediakan sekitar 37% untuk pendanaan. Tetapi pandemic covid-19 ini memaksa APBN untuk berpindah prioritas oleh sebab itu diperlukan skema pembiayaan yang mampu membantu kepincangan pemerintah pusat terutama dalam upaya pemulihan kembali ekonomi melalui pengembangan infrastruktur nasional dan daerah. Skema pembiayaan selain APBN yang marak dilakukan saat ini yait KPBU atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Berdasarkan Perpres Nomor 38 Tahun 2015, KPBU didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Diharapkan melalui skema KPBU dapat meringankan beban APBN dan peningkatan partisipasi swasta guna mendukung sektor-sektor yang ada di Indonesia. Tetapi skema KPBU ini memiliki tantangan dalam pelaksanaannya terutama dimasa pandemic covid.

Salah satu contoh kasus yang dialami yaitu progres pembangunan Gerbang Tol (GT) yang telah disetujui Presiden Joko Widodo kini terpaksa dihentikan. Bupati Magetan menuturkan bahwa tidak hanya proyek exit tol yang diberhentikan tetapi semua proyek yang masuk kepres nomor 80 tahun 2019 di Jatim semua ditunda karena ada pandemi COVID-19. Terkait rencana Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang sudah diinisiasi pemprov Jatim sudah dilakukan penawaran namun masalah kondisi ekonomi membuat proyek ini tidak memungkinkan untuk dilanjutkan. Skema KPBU yang dicanangkan dengan Badan Usaha Jalan Tol BUJT belum memasukan rencana pengembangan ini dalam rencana bisnis hingga tahun 2023. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan keterbatasan ekonomi pemerintah dan kemungkinan kurang efektifnya skema kerja sama menyebabkan terhambatnya proses penyelenggaraan walaupun sudah terdapat penawaran maupun penetapan oleh peraturan yang berlaku.

Terhambatnya pembiayaan infrastruktur salah satunya jalan tol memang menjadi isu yang menjadi buah bibir pemerintah karena gencarnya rencana pembangunan di tengah pandemic dirasa akan menyulitkan berbagai pembiayaan. Selain itu, terhambatnya pembiayaan diungkapkan oleh Presiden Jokowidodo karena adanya ketergantungan terhadap APBN dan keuangan BUMN. Peran BUMN dan swasta lainnya dalam upaya membantu kepincangan pendanaan pemerintah memang menjadi solusi yang banyak diarahkan oleh pemerintah melalui system KPBU. Namun, skema KPBU ini juga nyatanya tidak dapat sembarang dilakukan dan diterapkan untuk mengatasi kepincangan dana pemerintah. Bisa-bisa penerapan system KPBU ini justru akan memberikan kerugian bagi pihak BUMN maupun swasta lain sehingga proyek tidak berjalan dengan baik. 

Sebagai contoh, pembangunan tol Trans-Sumatera yang cenderung sepi sejak awal operasinya pada tahun 2015. Berbeda halnya dengan tol Trans-Jawa yang secara trafik setelah pembangunan akan cepat atau lambat meningkat karena pusat pertumbuhan ekonomi 60% berada di Jawa. Tol Trans-Sumatera ini memiliki kekosongan traffic akibat tidak adanya studi lebih lanjut dalam pengembangan Tol Trans-Sumatera yang diiringi pertumbuhan bangkitan-bangkitan dari sumber perekonomian di daerah. Hal ini berdampak negatif pada keuangan BUMN yang akan menimbulkan kerugian dan keuangan yang sekarat karena tidak adanya traffic pada jalan tol sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diterima pihak swasta/BUMN.

Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur yang sudah ada keterlibatan pihak swasta dalam penyusunan tersebut sangat minim. Peran swasta dilibatkan secara lebih massif pada skema KPBU/PPP. Hal ini mungkin menimbulkan beberapa pembangunan yang dilaksanakan justru alot dan kurang progresif. Kemunkinan adanya penyimpangan maksud dan tujuan dari skema KPBU ini juga dapat terjadi. Selanjutnya, peran swasta yang masif hanya pada tahap pembiayaan bukan perencanaan dapat membuat swasta enggan terlibat terutama di masa-masa sulit akibat pandemic covid-19 karena kurangnya intervensi swasta dalam perencanaan pembangunan yang perlu mengakomodasi bukan hanya kepentingan pemerintah dan masyarakat tetapi juga badan usaha maupun stakeholder lainnya yang terlibat. Karakterstik pembangunan infrastruktur yang beresiko tinggi, jangka panjang, dan margin yang terbatas bagi swasta menjadi salah satu alasan keenganan pihak swasta masuk dalam pembiayaan proyek. Dengan kurangnya keterlibatan hingga studi atau kajian kelayakan proyek infrastruktur menyebabkan mayoritas pembangunan jalan tol di Indonesia dibiayai oleh utang dan kas negara. Fenomena ini mampu menimbulkan bukan hanya keuangan BUMN yang sekarat tetapi juga keuangan negara.

Skema pembiayaan proyek infrastruktur yang ada ini akan memberikan berbagai keuntungan bagi kedua belah pihak apabila dari setiap proyek yang ada mampu diiringi dan didukung oleh berbagai kebijakan dan stakeholder lainnya. Sebagai contoh kasus sebelumnya yang telah dibahas bahwa pembuatan jalan Tol Trans-Sumatera akan memberikan dampak positif bagi keuangan negara dan BUMN apabila pemerintah secara aktif mampu memanfaatkan proyek pembangunan tersebut dengan menciptakan inovasi untuk pertumbuhan pusat-pusat perekonomian. Pemerintah daerah perlu berani mengambil tindakan untuk mengubah wajah daerah dengan membangun berbagai fasilitas penunjang seiring dengan pelaksanaan pembangunan proyek jalan tol maupun proyek yang sudah rampung dikerjakan.

Menariknya saat ini untuk menjawab berbagai tantangan pelaksanaan KPBU dan tetap berupaya dalam mengatasi kepincangan pendanaan pemerintah terdapat skema pembiayaan baru yang dirasa mampu menangani permasalahan yang ada. Skema baru tersebut melibatkan kerja sama antara Indonesia Investmen Authority dengan BUMN untuk meningkatkan kepercayaan investor domestic maupun asing. Pembiayaan ini dilakukan melalui skema sovereign wealth fund guna mendorong pembiayaan dan optimalisasi asset infrastruktur yang ada di Indonesia. 

Indonesia Investment Authority (INA) ini diharapkan mampu melahirkan instrumen-instrumen pembiayaan yang dapat meningkatkan kapasitas infrastruktur termasuk di bidang transportasi. Nyatanya langkah inovasi ini telah lebih dahulu diterapkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, dan Vietnam. Sovereign wealth fund memiliki tujuan untuk mwnghimpun dana luar negeri yang selanjutnya dikelola untuk proyek-proyek pembangunan di Indonesia. Uniknya penerapan SWF di Indonesia tidak bertujuan untuk mengelola dana pemerintah yang berlebih melainkan mengelola dana asing untuk diinvestasikan di Indonesia dalam berbagai proyek pembangunan maupun usaha percepatan ekonomi lainnya. 

Dari tantangan sistem KPBU yang menyebabkan swasta domestik enggan untuk berinvestasi karena karakterstik pembangunan infrastruktur yang beresiko tinggi dan jangka panjang nyatanya SWF memiliki sistem yang cocok dengan karakteristik tersebut. SWF itu sendiri menggunakan strategi tunggal dengan membeli sebuah asset yang dianggap memberikan nilai jangka panjang yang sesuai, maka SWF dapat berinvestasi pada aset yang berisiko Sifat SWF yang berinvestasi jangka panjang dan mampu menerima penurunan nilai asset dianggap mampu menghadapi siklus ekonomi terutama siklus yang naik turun akibat unexepected pandemic. 

Studi kasus di negara Kuwait yaitu membangun SWF untuk mengelola penjualan hasil minyak yang suatu saat akan berkurang. SWF di negara Kuwait ini digunakan untuk mempertahankan dan menumbuhkan aset minyak tersebut dengan transformasi asset dari periode yang finite menjadi infinite. Selain itu, SWF ini merupakan kendaraan investasi yang dikelola oleh pemerintah. Karakteristik lainnya, bahwa SWF meningkatkan portofolio investasi secara internasional, karena didirikan negara maju mengindikasikan terdapat keterbatasan peluang investasi di negara-negara maju, dan mengejar imbal balik atau resiko yang lebih tinggi di negara-negara berkembang.

Namun SWF yang dianggap mampu menjawab pendanaan yang kurang namun karakteristiknya yang dikelola oleh negara menyebabkan SWF tidak lepas dari campur tangan negara dan memiliki sifat politik yang tinggi. Apabila hubungan politik antar negara yang berinvestasi dengan negara yang diinveastasikan memburuk akan berpengaruh terhadap penarikan investasi dan mempengaruhi ekonomi. Pengaruh politik yang tinggi akan mempengaruhi peforma investasi. SWF yang keluar dari rencana investasi akibat pengaruh politik akan membeliki imbal balik yang lebih rendah dibandingkan jika sesuai rencana investasi.  Selain itu, SWF juga memiliki tekanan untuk transparansi yang rendah. 

Adapun tantangan yang perlu diperhatikan dalam menerapkan SWF ini adalah dari mana SWF tersebut didanai dan dimana SWF akan berinvestasi. Dalam studi kasus di Indonesia indicator riil berupa pendapatan tol yang mengubungkan dua ibu kota provinsi maupun daerah-daerah pusat perekonomian. Pendapatan tol yang besar adalah pendapatan tol di daerah ibu kota dan tol-tol yang sebenarnya telah relatif lama dan sudah jauh melewati titik imbasnya. Hal ini menunjukan proyek yang mampu memberikan pertumbuhan terhadap investasi yang telah ditanam dan meningkatkan kenaikan penawaran yang mampu diserap berbagai pasar. Dari proyek yang berdampak positif ini juga memberikan efek domino terhadap perekonomian. Namun, terdapat tol yang baru dibangun dan menghubungkan daerah-daerah tidak terjangkau cenderung memberikan harga yang mahal bagi pengguna. Harga tol yang mahal ini selain untuk kompensasi biaya pembangunan yang tinggi juga dikarenakan terbatasnya orang yang menggunakan jalan tol tersebut. Periwstiwa tersebut berdampak pada pengguna lain enggan untuk menggunakan sehingga traffic tol semakin sepi.  Hal yang terjadi pada akhirnya terdapat kota-kota hantu/sepi dan jalan-jalan tol yang kosong. Fenomena ini disebut sebagai batasan pertumbuhan, karena pada akhirnya suatu kenaikan penawaran hanya akan bisa diserap oleh pasar hingga suatu titik tertentu. Berkaca dari tol Trans-Sumatera maka hal ini akan menjadi perhatian karena investor juga perlu untuk mengembangkan asset investasinya guna memperoleh keungungan. Proyek-proyek infrastruktur transportasi perlu dikaji studi kelayakan dan transparansi terhadap pihak investor. Adapun yang tidak boleh terlewat adalah proyek ini perlu diiringi dengan pertumbuhan bangkitan dari pusat pusat ekonomi daerah melalui penyediaan fasilitas pariwisata, industry, perdagangan dan jasa, real estate, dll. Walaupun sistem SWF mampu menghadapi siklus ekonomi namun perlu adanya investasi yang berkelanjutan sehingga SWF berjalan efektif dan memiliki timbal balik yang sesuai bagi kedua belah pihak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun