Gencatan senjata yang diumumkan Presiden Vladimir Putin pada April 2025 lebih dari sekadar upaya perdamaian. Gencatan senjata itu dapat dianggap sebagai simpul rumit dalam pertarungan geopolitik yang melibatkan kepentingan Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat.
Putin mengumumkan gencatan senjata 72 jam, bakal berlaku pada 8-10 Mei, bertepatan dengan peringatan 80 tahun Hari Kemenangan Perang Dunia II. Namun, di balik momen simbolis ini terungkap kalkulasi strategis yang canggih.
Bahkan Institute for the Study of War (ISW), misalnya, menganggap gencatan senjata ini tidak tulus. Janji Putin itu adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan informasi dan medan perang. Putin memanfaatkan setiap celah diplomatik untuk mendapatkan keunggulan maksimal.
Sedangkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut langkah ini sebagai "jualan manis". Zelensky mendesak gencatan senjata yang segera, permanen, dan tanpa syarat.Â
Namun, Rusia tetap konsisten memasang syarat yang memberatkan. Di antaranya adalah syarat menghentikan ambisi Ukraina bergabung dengan NATO dan menarik pasukan dari wilayah yang diklaim Rusia.
Konteks geopolitik semakin rumit dengan keterlibatan Amerika Serikat. Presiden Donald Trump, yang sebelumnya sering kritis terhadap Zelensky, kini tampak lebih serius dalam upaya perdamaian.Â
Pertemuan mereka di sela-sela pemakaman Paus Fransiskus menandakan adanya pergeseran dinamika diplomatik. Lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov dengan tegas menegaskan bahwa solusi politik hanya bisa dicapai melalui implementasi penuh pidato Putin pada Juni 2024.Â
Syarat itu menandakan Rusia tidak akan berkompromi tanpa mendapatkan kepentingannya. Hingga saat ini, Rusia diperkirakan menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina, termasuk Crimea dan empat wilayah di timur dan selatan.Â
Dari catatan media, militer Rusia baru bisa mengendalikan 70-80 persen wilayah yang dikuasai. Sebaliknya, Ukraina masih menguasai sekitar 26.000 kilometer persegi.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa 15 hari mendatang akan sangat kritis. Macron meyakinkan Trump untuk mempersiapkan eskalasi ancaman dan sanksi terhadap Moskow, jika gencatan senjata gagal.