Jejak lintasan sejarah dari VOC ke Dai Nippon tidak hanya terlihat dalam arsip dan bangunan tua, tetapi juga dalam memori kolektif masyarakat Semarang.Â
Di Kota Lama, bangunan bekas gudang VOC kini menjadi kafe dan galeri seni. Di kompleks Tugu Muda, monumen perlawanan terhadap Jepang didirikan untuk mengenang Pertempuran Lima Hari di Semarang.Â
Kota ini terus bergerak dari ruang kolonial ke ruang kontestasi makna. Semarang sebagai simpul internasional dalam sejarah kolonial memberi kita pelajaran penting.
Salah satu pelajaran itu adalah bahwa kekuasaan global tidak hanya hadir di pusat-pusat kekaisaran, tetapi juga di kota-kota yang dianggap pinggiran.Â
Kota seperti Semarang telah menjadi tempat di mana perintah-perintah kolonial dijalankan, dilawan, dan kadang dilupakan. Namun jejaknya tetap hidup—dalam tata ruang kota, dalam cerita keluarga, dan dalam ingatan sejarah.
Hari ini, ketika kita menghadapi bentuk-bentuk kolonialisme baru dalam ekonomi digital dan budaya global, membaca ulang sejarah Semarang bisa memberi perspektif yang lebih jernih. Bahwa kota ini bukan hanya satu titik di peta, tapi simpul dari percakapan panjang antara dunia dan Nusantara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI