Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pilihlah Jurusan Profesi agar Lebih Mudah Bekerja

4 April 2022   22:31 Diperbarui: 5 April 2022   15:54 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Pixabay via Pexels

Sebagian orang tua masih berkeinginan anaknya bisa berkuliah di perguruan tinggi. Keinginan itu tentu saja tidak salah, apalagi jika putera atau puterinya juga berkeinginan serupa dan betul-betul mempersiapkannya.

Namun demikian, kuliah di perguruan tinggi perlu dibarengi dengan pemahaman tentang kesesuaian antara minat (dan bakat) si anak dengan jurusan yang dipilih di kampus itu.

Beberapa hari yang lalu hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) telah diumumkan. Selamat bagi calon mahasiswa yang lolos seleksi jalur undangan itu.

Bagi yang belum lolos atau istilah positifnya 'masih available', PTN masih menyediakan jalur seleksi bersama atau SBMPTN dan ujian lokal tiap-tiap kampus negeri.

Bagi orang tua atau lulusan SMA yang tidak lolos masuk PTN atau lebih berminat masuk perguruan tinggi swasta (PTS), ada lebih banyak pilihan kampus.

Lalu, apa yang harus dilakukan seorang anak lulusan SMA ketika hendak mendaftar ke sebuah atau beberapa perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta? Salah satu saran paling penting adalah mempertimbangkan untuk memilih jurusan profesi.

Jurusan profesi adalah jurusan-jurusan yang memberikan profesi khusus bagi lulusannya. Dengan berkuliah di jurusan itu, calon mahasiswa biasanya sudah tahu apa yang akan dipelajari.

Sedangkan pencari kerja sudah hapal kompetensi pengetahuan dan skill yang dimiliki seorang lulusan dari profesi itu.

Contoh dari jurusan profesi itu banyak dan variatif. Lulusan dari jurusan-jurusan yang ada di fakultas teknik biasanya lebih mudah bekerja. Lulusannya disebut insinyur, walaupun gelarnya sekarang adalah sarjana teknik.

Sependek pengetahuan saya, para lulusan teknik itu sekarang harus praktek kerja dulu dan mengikuti ujian agar mendapatkan sertifikasi insinyur itu. Kondisi 5-10 tahun terakhir ini memang berbeda dengan 20-30 tahun lalu ketika saya kuliah. Waktu itu lulusan teknik bergelar Insinyur atau Ir.

Contoh lainnya adalah fakultas kedokteran. Fakultas ini tentu saja menghasilkan dokter. Hanya mahasiswa kedokteran yang tidak lulus saja yang bukan dokter.

Di zaman saya kuliah, mahasiswa kedokteran yang IPK-nya 2,01 pun (ini contoh ekstrim saja) masih memenuhi syarat lulus dan disebut dokter, dengan tambahan kuliah praktek. Ketika berpraktek, para dokter tidak akan ditanya oleh sang pasien, misalnya dokter punya IPK berapa ketika lulus kuliah?

Di kampus, ada lebih banyak jurusan profesi di berbagai fakultas dan jurusan yang berada di dalam kelompok ilmu eksakta atau ilmu pengetahuan alam. Sebagian besar dari jurusan profesi itu memberikan kemudahan dalam mencari pekerjaan sesuai kebutuhan pencari kerja.

Lalu, bagaimana dengan berbagai fakultas dan jurusan di rumpun atau kelompok ilmu-ilmu sosial? Ada banyak juga jurusan profesi di ilmu-ilmu sosial, walau tidak sebanyak di ilmu eksakta atau alam.

Beberapa jurusan profesi itu, seperti jurusan di fakultas hukum, psikologi, akuntansi, kebijakan publik/administrasi negara, administrasi niaga, dan komunikasi.

Jurusan-jurusan bahasa asing juga menawarkan profesi menarik sebagai pengajar, penerjemah, interpreter, dan seterusnya.

Ada argumen mengenai beberapa jurusan di ilmu sosial yang kadang-kadang dianggap tidak memberikan profesi khusus. Argumen itu misalnya adalah karena Indonesia masih merupakan negara berkembang, sehingga profesi yang ada di ilmu sosial belum ada atau tidak dikenal.

Padahal di berbagai kampus di luar negeri, jurusan-jurusan ilmu sosial itu sangat dicari oleh berbagai organisasi internasional. Akibatnya, lulusan dari jurusan di rumpun ilmu sosial itu masih bingung mengenai potensi dan sektor pekerjaannya ketika lulus dan mencari kerja di ranah domestik.

Sekarang ini, perkembangan pendidikan tinggi juga memunculkan banyak kampus-kampus baru dengan jurusan-jurusan yang lebih spesifik. Banyak kampus swasta sekarang membuka jurusan (Ilmu) Hubungan Internasional (HI), misalnya.

Agar kompetitif dan bisa dibedakan dengan kampus-kampus lain, khususnya yang negeri, maka jurusan HI di kampus-kampus swasta itu memiliki kekhasan. Kekhususan jurusan HI itu, misalnya ada kaitannya dengan isu-isu ekonomi, teknologi internet, ke-Islam-an, maritim, dan seterusnya.

Itu hanya satu contoh saja mengenai kekhasan jurusan HI yang berbeda antara kampus swasta dan negeri. Jurusan-jurusan lain tentu saja juga memiliki kecenderungan yang sama. Tujuannya adalah agar lulusan memiliki kompetensi khusus atau tertentu.

Seperti diketahui bersama, perguruan tinggi itu bisa diibaratkan pasar, yaitu pasar untuk belajar. Kita harus memilih mau membeli 'pengetahuan' apa di pasar itu. Ada transaksi pengetahuan di 'pasar' itu.

Apakah minat dan pengetahuan seorang lulusan SMA itu cocok dengan jurusan itu? Jika cocok, masih ada banyak faktor lain yang membuat seorang lulusan SMA diterima, seperti daya tampung dan jumlah pendaftar pada tahun-tahun sebelumnya.

Jika pasar ekonomi itu ceteris paribus alias hal-hal lain di luar ekonomi bersifat tetap/tidak berubah, maka pasar pengetahuan atau kampus itu bersifat dinamis. Dengan pengertian itu, memilih jurusan profesi itu ibarat pasar yang dinamis.

Minat dan pengetahuan sudah cocok, tapi kompetisi untuk masuk sangat ketat. Penyebab kompetitifnya jurusan profesi adalah jumlah peminat lebih banyak berlipat-lipat ketimbang daya tampungnya.

Saya tidak ingin berdebat soal kecenderungan kapitalis dari tulisan ini gegara menggunakan kata 'pasar':) Kata pasar dipakai hanya untuk tujuan mempermudah pemahaman si calon mahasiswa dan orang tuanya dalam memilih jurusan profesi. Masalah diterima atau tidak di jurusan itu adalah soal lain yang sangat dinamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun