Mengapa PTM dan PJJ bukan merupakan keharusan bagi mahasiswa dan dosen? Apa alasan mereka perlu diberikan pilihan antara PJJ atau PTM?Â
Beberapa faktor di bawah ini dapat menjadi dasar pertimbangan bahwa kedua bentuk pengajaran itu adalah pilihan ---dan bukan keharusan--- bagi mahasiswa dan dosen.
Pertama, situasi pandemi Covid-19 adalah lokal.Â
Walau ada kebijakan pemerintah pusat, namun situasi pandemi Covid-19 adalah lokal. Artinya, situasi riil pandemi tiap daerah bisa berbeda.Â
Dengan mulai merebaknya varian Omicron, beberapa daerah mulai terdeteksi penderita Omicron itu. Sedangkan sebagian besar daerah lain belum ada atau terdeteksi. Situasi ini perlu menjadi pertimbangan penting bagi pengambil kebijakan di kampus-kampus.
Kedua, mahasiswa berasal dari kota atau daerah lain.Â
Kenyataan mengenai daerah asal mahasiswa menjadi salah satu pembeda dari murid-murid di pendidikan dasar dan menengah. Murid-murid itu kebanyakan berasal dari radius tertentu dari sekolah. Sistem zonasi memberikan manfaat bagi daerah asal murid di sekolah tertentu.
Sementara itu, mahasiswa berasal dari daerah berbeda. Daerah itu bisa kota atau provinsi atau pulau berbeda. Bisa dibayangkan, seorang mahasiswa dari kota atau provinsi lain dengan indikasi tinggi pandemi Covid-19 berkuliah di Yogyakarta, misalnya.
Memang mahasiswa sudah mendapat vaksin dua kali dan hasil negatif tes antigen. Namun demikian, perkuliahan memungkinkan mahasiswa itu akan berkumpul di beberapa kelas dengan mahasiswa lain dari daerah-daerah berbeda. Dengan situasi itu dan risiko Covid-19, maka pertimbangan PJJ perlu ada walau ada mahasiswa lainnya ingin PTM.
Ketiga, tidak ada jaminan kepastian perjalanan mahasiswa dari rumah/kost ke kampus, dan sebaliknya.Â
Murid SD, SMP, dan SMA yang masih di bawah pengawasan ketat orangtua. Mereka dapat lebih dipastikan berangkat dari rumah langsung ke sekolah dan sebaliknya. Apalagi jadwal kelas yang ketat memungkinkan orangtua dan sekolah berkoordinasi memastikan jam mulai dan selesai sekolah.