Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Memahami Metaverse yang Menjengkelkan

28 Desember 2021   14:46 Diperbarui: 1 Januari 2022   03:15 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi konsep metaverse. (sumber: facebook-corp via kompas.com)

hackernoon.com
hackernoon.com

Faktor ketiga yang bikin lebih jengkel lagi adalah betapa hebohnya dunia ini dengan metaverse. Seolah-olah tahun 2022 adalah tahun Metaverse, padahal masih ada pandemi Covid-19 dengan varian Omicronnya dan ketegangan keamanan antara AS-China di Indo-Pasifik. 

Hebohnya metaverse adalah hebohnya dunia bisnis, khususnya bisnis digital. Bagi bisnis masa depan, maka dunia digital menawarkan cuan melimpah ruah lewat metaverse ini. 

Bayangkan saja jamaah Facebook yang sudah mencapai angka lebih dari 2 miyar itu bakal mempunyai kapling 'tanah' digital di metaverse. 

Seandainya mereka semua bermigrasi secara sukarela ---atau dengan paksaan mas Mark--- ke Metaverse, maka dunia rekaan itu akan menawarkan banyak kesempatan bisnis. Cukup memasang satu iklan, namun berpotensi dilihat pasar sebanyak 250 juga tanpa batasan otoritas dan aturan berbeda dari negara. 

Bagi orang kebanyakan, seperti saya, metaverse dapat dianggap sebagai sebuah fase semata dari perkembangan teknologi digital. Ada banyak kesempatan,namun sebaliknya juga ada banyak risikonya. 

Risiko atau potensi bahaya atau aspek negatif dari metaverse ini secara logika serupa dengan perkembangan hape atau media sosial melalui aplikasi whatsapp dan sejenisnya.

Keengganan masuk ke metaverse bisa memuncak ketika ada biaya atau harga yang dikeluarkan dalam bentuk bitcoin yang namanya macam-macam. 

Pada saat ini platform itu ada beberapa yang populer, misalnya Roblox dan Decentraland, yang kabarnya masih terpisah-pisah. Nah, metaverse itu direka sebagai platform pemersatu yang mampu menghubungkan macam-macam platform itu.

Lalu, pertanyaan selanjutnya: apakah kita semua harus bermigrasi ke metaverse? Ini sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing individu. Saya sendiri akan mencoba mengikuti perkembangan teknologi ini dan mengaitkannya dengan perkembangan global di bidang saya. 

Konon, pemilik modal mulai berduyun-duyun mengeluarkan uang tidak sedikit demi mengapling lokasi premium lahan digital. Hebohnya lagi, negara seperti Barbados dan kota Seoul ikut terhpnotis membangun kedubes dan balai kota virtual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun