Sejak awal hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sekarang ini, doktrin itu bersifat tetap dan tidak berubah. Sejak pemerintahan Presiden Sukarno hingga Presiden Jokowi, Indonesia tetap menerapkan doktrin bebas dan aktif dalam merespon berbagai peristiwa atau isu internasional.
Doktrin politik luar negeri Indonesia tetap, namun orientasi atau arah politik luar negeri di setiap pemerintahan berubah sesuai dengan perkembangan situasi internasional.Â
Pemerintahan Sukarno dikenal condong kepada Uni Soviet dan berubah berpihak ke China di akhir pemerintahannya. Sedangkan pemerintahan Suharto lebih memilih mencari dukungan ekonomi dan politiknya kepada AS dan negara-negara sekutunya di masa Perang Dingin.Â
Jatuhnya Presiden Suharto dan krisis ekonomi 1997 menyebabkan Indonesia lebih banyak berorientasi pada pemulihan ekonomi. Pemerintahan Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Sukarnoputri harus menjalankan politik luar negeri yang lebih berorientasi ke dalam, yaitu reformasi ekonomi dengan bantuan dari International Monetary Fund (IMF).Â
Di awal 2013, Indonesia di pemerintahan Megawati lulus dari bantuan ekonomi IMF. Indonesia dapat dikatakan telah mengalami pemulihan ekonomi, sehingga Indonesia mulai menjalankan kembali hubungan internasional dengan berbagai negara, termasuk Rusia.
Perubahan orientasi politik luar negeri juga berlangsung di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi. Pemerinahan SBY melalui thousand friends, zero enemy yang kemudian berubah menjadi poros maritim dunia di masa pemerintahan Jokowi (di lima tahun pertama). Orientasi politik luar negeri Indonesia kembali berubah sebagai respon terhadap pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 hingga kini.
Sebagaimana berbagai isu internasional lainnya, pakta pertahanan AUKUS juga tidak bisa dan tidak akan mengubah doktrin politik luar negeri bebas dan aktif itu. Namun demikian, orientasi politik luar negeri Indonesia bisa saja berubah berkaitan dengan kalkulasi dari berbagai perkembangan internasional dan domestik yang dapat menguntungkan Indonesia.
Pilihan-Pilihan Strategi
Studi Hubungan Internasional memiliki setidaknya tiga strategi yang dapat dilakukan oleh sebuah negara untuk merespon berbagai isu internasional. Ketiga strategi itu penting untuk menegaskan posisi sebuah negara terhadap negara lain atau isu internasional yang sedang berkembang.Â
Sebuah negara biasanya dituntut memiliki sikap tertentu terhadap isu internasional tertentu sebagai informasi bagi negara lain untuk bersikap juga. Pada umumnya, strategi ini diterapkan oleh negara-negara yang kekuatannya dapat digolongkan sebagai small states (seperti Singapura, Israel) dan middle power (misalnya Indonesia, India, Korea Selatan, Australia).
Ketiga strategi itu adalah sebagai berikut: