Mohon tunggu...
LoVembers
LoVembers Mohon Tunggu... Penulis - I'm a delusional artbitch who is trapped on poem, music, film, and photography.

*setiap kata yang kutulis adalah jiwa, jiwaku yang terlalu gila untuk menjadi hal lain selain sebuah tulisan*

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rabu Pagi

27 Februari 2019   02:51 Diperbarui: 28 Februari 2019   07:59 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image source: www.123rf.com/


Rabu pagi pernah bertanya,
Apa kabarmu?
Lemah lembut berupa kepak sayap laron yang berpura-pura mengingkari mentari
Melebihi desir angin yang mengajari pohon-pohon bernyanyi

Rabu pagi juga bertanya,
Ke mana perginya pelukan yang pernah kaupuja dengan seribu kata-kata?
Kecup yang kau katakan lihai menidurkan bulan yang terluka,
Atau belai paling menenangkan bagi ikan yang kecewa karena arus telaga

Lelakiku, aku bergetar mengenang suaramu yang membangunkan pagiku
Memandang punggung yang perlahan menghilang
Dan kerinduanku, adalah hukuman yang hanya terampuni dengan sebuah pertemuan

Saat aku menggigil pada suhu terendah
Sementara hangatmu, layaknya punggung bukit yang dipuja ribuan kabut-kabut
Degupku lemah
Diremehkan canda udara dini hari
Diacuhkan sunyi yang lebih sepi dari desir nadiku sendiri

Perihal apa yang menjadikanmu setabah ini menunggu?
Tanya Rabu pagi
Sebab pelukanmu murni, bukan dekap buatan yang kumenangkan di meja judi


Tasikmalaya 270219 (02:49)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun