Selain petugas, masyarakat sipil juga rentan. Di era media sosial, banyak orang mengalami "secondary trauma" akibat terus-menerus menonton atau membaca berita buruk.Â
Fenomena doomscrolling membuat pikiran kita seolah ikut berada di zona krisis, meski tubuh sedang di rumah. Efeknya mirip seperti trauma tak langsung: muncul kecemasan, sulit tidur, dan kelelahan emosional.
Sayangnya, kesadaran akan hal ini masih minim. Banyak yang menganggap stres atau cemas hanyalah bagian dari hidup modern, padahal akumulasi tekanan bisa berdampak pada kesehatan fisik dan hubungan sosial.Â
Di titik ini, penting bagi negara untuk tidak hanya fokus pada aspek fisik pertahanan, tetapi juga menciptakan sistem dukungan psikologis bagi seluruh lapisan masyarakat.
Jika pelatihan fisik diwajibkan bagi aparat keamanan, mengapa tidak melatih mereka juga untuk memahami dasar-dasar stabilitas emosional? Jika setiap desa memiliki pos keamanan, mengapa tidak disertai juga dengan pusat konseling atau edukasi mental health berbasis komunitas?
Pertahanan sejati bukan hanya kemampuan mengangkat senjata, tetapi juga kemampuan menenangkan diri dan orang lain ketika situasi chaos melanda. Dan itu, hanya bisa dicapai bila kesehatan mental dijadikan bagian dari strategi nasional.
Solusi dan Arah Kebijakan
Menjadikan kesehatan mental bagian dari strategi pertahanan nasional tentu memerlukan pendekatan lintas sektor. Pemerintah dapat memulainya dengan memperkuat layanan kesehatan jiwa di puskesmas, sebagaimana disarankan oleh dr. Andri (Kompas.com, 2025).Â
Puskesmas bisa menjadi titik awal intervensi, terutama di wilayah terdampak bencana atau konflik sosial.
Langkah berikutnya adalah melatih tenaga medis, aparat, dan relawan dalam psychological first aid. Pelatihan ini relatif sederhana namun berdampak besar karena membekali mereka dengan kemampuan dasar mendengarkan, menenangkan, dan menilai kebutuhan emosional seseorang dalam situasi darurat.
Selain itu, integrasi kesehatan mental ke dalam kebijakan pertahanan dapat dilakukan melalui pendidikan karakter dan ketahanan sosial di sekolah-sekolah. Anak-anak perlu belajar mengelola stres, mengenali emosi, dan menumbuhkan empati sejak dini. Ini bukan semata pendidikan moral, tetapi investasi keamanan psikologis bangsa.
Kementerian Pertahanan dan Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama membentuk unit riset khusus yang meneliti keterkaitan antara stres sosial, propaganda digital, dan daya tahan nasional. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tidak reaktif, tetapi berbasis bukti ilmiah.