Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah, Algoritma, dan Anak yang Tumbuh Tanpa Pelukan

9 Oktober 2025   11:08 Diperbarui: 9 Oktober 2025   11:08 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ayah sibuk dengan layar ponsel yang mengabaikan anaknya. (Sumber: families.org.au/Freepik)

Budaya kerja yang panjang juga turut memperparah keadaan. Banyak ayah harus berangkat pagi dan pulang larut malam demi memenuhi kebutuhan keluarga. 

Di perjalanan, mereka ditemani notifikasi pekerjaan, berita, dan hiburan digital yang terus menggoda perhatian. Tidak mudah bagi siapa pun untuk melawan arus algoritma yang didesain agar kita terus terpaku pada layar.

Tapi mungkin, seperti yang dikatakan Wihaji, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dalam wawancaranya dengan Kompas pada Agustus 2025, "Kebutuhan psikologis anak patut diperhatikan. Ayah perlu memahami sikap dan perilaku dalam membangun relasi dengan anak." (Kompas.id).

Ucapan itu mengingatkan kita bahwa pengasuhan bukan hanya urusan ibu. Keterlibatan ayah adalah bagian dari pembangunan karakter bangsa, karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat.

Ada banyak cara sederhana bagi ayah untuk kembali "hadir" di tengah keluarga tanpa harus meninggalkan dunia digital. Makan malam tanpa gawai, membacakan buku sebelum tidur, atau sekadar mendengarkan cerita anak tentang harinya di sekolah sudah cukup berarti. Anak tidak membutuhkan ayah yang sempurna, hanya ayah yang mau mendengarkan.

Di era yang serba cepat ini, melambat justru menjadi bentuk keberanian. Keberanian untuk mematikan notifikasi, menatap mata anak, dan mengakui bahwa pelukan lebih penting daripada produktivitas. Di situlah makna sejati kehadiran seorang ayah diuji---bukan di seberapa banyak ia bekerja, tetapi seberapa dalam ia mau berhenti sejenak dan benar-benar hadir.

Antara Dunia Digital dan Dunia Nyata

Zaman memang berubah. Dunia digital memberi kemudahan, tapi juga menuntut kebijaksanaan. Kita bisa mencari informasi, berkomunikasi lintas jarak, bahkan mengekspresikan kasih sayang lewat layar. Namun tidak ada algoritma yang bisa menggantikan sentuhan, tatapan, dan pelukan hangat.

Anak-anak tidak akan mengingat seberapa banyak pesan motivasi yang ayah kirim di grup keluarga, tapi mereka akan selalu mengingat kapan terakhir kali ayah menepuk bahunya, memuji hasil gambarnya, atau sekadar menemaninya menonton kartun favorit.

Mungkin sudah waktunya para ayah mengubah algoritma pribadi mereka---bukan dengan kode dan notifikasi, tetapi dengan waktu dan kasih sayang. Pelan-pelan, tanpa paksaan. Karena hubungan manusia tidak bisa dioptimalkan dengan rumus digital. Ia hanya bisa tumbuh dengan kehadiran dan keikhlasan.

Suatu hari nanti, ketika anak-anak kita tumbuh dewasa, mereka mungkin tidak akan mengingat merek ponsel apa yang kita pakai, atau berapa banyak like yang kita dapatkan di media sosial. Tapi mereka akan selalu mengingat satu hal: pelukan ayah yang membuat dunia terasa aman.

Jadi, mungkin malam ini sebelum kembali menatap layar, cobalah menatap mata anak Anda sebentar. Peluk dia, dengarkan ceritanya, dan rasakan hangatnya. Karena algoritma bisa mengenali wajah anak kita, tetapi hanya pelukan ayah yang bisa membuatnya merasa ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun