Ketika kita sadar bahwa integritas kita penting bukan hanya karena penilaian orang lain, tetapi karena harga diri dan efektivitas kerja kita sendiri.Â
Kita tidak perlu menjadi pembangkang, tetapi bisa jadi agen perubahan kecil dalam tiap interaksi: menyampaikan umpan balik secara jujur, mengakui kelemahan proyek atau laporan yang kita buat, mengajak rekan untuk refleksi bersama.
Keempat, memanfaatkan regulasi, etika organisasi, dan kode etik sebagai pegangan. ASN memiliki aturan-aturan formal yang mengatur perilaku, komunikasi, dan kode etik.Â
Misalnya, Peraturan Menteri PAN-RB tentang etika komunikasi, regulasi terkait pemberdayaan aspirasi, nilai budaya kerja, dan integritas.Â
Dengan menunjuk aturan formal ini, kejujuran bukan dilihat sebagai tindakan yang melanggar kesopanan, melainkan sebagai bagian dari tugas dan profesionalitas.
Atasan dan pemimpin struktural perlu memberi contoh---ketika seorang pemimpin menerima kritik dengan sikap terbuka, saat ia menunjukkan bahwa kejujuran dihargai, maka bawahan yang selama ini terbiasa sugar coating akan perlahan merasa bahwa keberanian untuk berbicara jujur juga mendatangkan penghargaan, bukan hukuman.
Menjaga Keaslian Tanpa Mengabaikan Kesopanan
Menyimpulkan bahwa sugar coating itu buruk bukan berarti kita harus menjadi keras, kasar, atau "blunt" tanpa pertimbangan. Kesopanan tetap penting, tetapi harus dipahami bahwa kesopanan bukanlah topeng untuk menyembunyikan masalah.Â
Keaslian dalam komunikasi berarti menggabungkan rasa hormat dengan keberanian, menggunakan bahasa yang lembut tapi tidak membohongi keadaan.
Kita bisa menanam benih budaya komunikasi yang sehat di lingkungan kerja ASN. Bila satu orang mulai berbicara jujur dengan santun, bertanggung jawab atas apa yang ia sampaikan, maka efeknya bisa merambat.Â
Rapat-rapat bisa menjadi lebih produktif jika peserta bukan hanya setuju karena takut, melainkan setuju karena memahami masalah, risiko, dan alternatif solusi. Hubungan kerja bisa menjadi lebih ringan jika tidak selalu terbungkus formalitas yang menahan jiwa kreatif.
Akhirnya, "manis" dalam arti kesopanan dan saling menghargai tetaplah baik. Tetapi manis yang berlebihan, yang dipaksakan, yang membuat kita kehilangan diri sendiri dan menyembunyikan realitas, harus kita hadapi.Â