Penguatan peran masyarakat adat sangat penting. Mereka memiliki pengetahuan lokal dalam menjaga hutan dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Ekowisata mulai diperkenalkan di beberapa desa. Konsep ini menggabungkan konservasi dengan sumber pendapatan alternatif bagi warga.
Pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah juga mulai digalakkan, agar generasi muda memahami pentingnya hutan sejak dini.
Kerja sama dengan LSM lingkungan memberikan dukungan teknis dan dana untuk proyek konservasi.
Pemerintah daerah mulai memasukkan aspek keberlanjutan dalam rencana tata ruang, meskipun implementasinya masih perlu diperkuat.
Kampanye publik melalui media sosial dan acara komunitas membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga hutan.
Pengembangan usaha berbasis hasil hutan non-kayu, seperti madu hutan atau tanaman obat, bisa menjadi alternatif ekonomi yang ramah lingkungan.
Jika semua pihak bergerak bersama, menjaga hutan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga gerakan kolektif warga Subulussalam.
Penutup
Lingkungan yang terjaga adalah fondasi dari semua sektor kehidupan. Tanpa hutan yang sehat, kita akan menghadapi lebih banyak bencana, kehilangan sumber air, dan merusak mata pencaharian yang bergantung pada alam.
Subulussalam memiliki kesempatan untuk menjadi contoh kota kecil yang mampu menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Seri Membaca Subulussalam 2025 ini berakhir di sini, tetapi pekerjaan rumah kita masih panjang. Demografi, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan adalah puzzle yang saling terkait. Menyusunnya menjadi gambar utuh adalah tanggung jawab kita bersama.