Di Subulussalam, banjir sudah menjadi ancaman tahunan di beberapa kecamatan. Hujan deras yang dulu bisa ditahan oleh hutan kini langsung mengalir ke permukiman.
Longsor juga menjadi lebih sering terjadi. Tanpa akar pohon yang menahan tanah, lereng bukit menjadi rapuh dan mudah runtuh.
Kerusakan infrastruktur akibat bencana ini menimbulkan kerugian ekonomi besar. Jalan putus, jembatan rusak, dan rumah warga hanyut terbawa arus.
Selain kerugian materi, bencana juga membawa dampak psikologis. Warga yang kehilangan rumah atau ladang sering kali mengalami trauma dan kesulitan untuk memulai kembali kehidupan.
Deforestasi juga berdampak pada ketersediaan air bersih. Sumber mata air yang bergantung pada hutan menjadi kering ketika pepohonan hilang.
Bencana ekologis ini pada akhirnya mengganggu produktivitas sektor pertanian dan perkebunan. Tanah yang tererosi menjadi kurang subur.
Perubahan iklim lokal pun terjadi. Suhu udara meningkat, musim hujan dan kemarau menjadi tidak menentu, mempersulit petani dalam merencanakan masa tanam.
Semua ini menunjukkan bahwa menjaga hutan bukan hanya urusan lingkungan, tetapi juga soal melindungi kehidupan dan ekonomi masyarakat.
Penyebab Kerusakan Lingkungan
Kerusakan hutan di Subulussalam memiliki banyak penyebab yang saling terkait.
Ekspansi perkebunan sawit menjadi salah satu faktor utama. Permintaan pasar yang tinggi membuat pembukaan lahan baru terus terjadi.
Pembalakan liar juga berkontribusi. Kayu hutan masih dianggap sebagai komoditas bernilai tinggi, sehingga ada pihak yang mengambilnya tanpa izin.