Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Membaca Subulussalam 2025 (Bagian 5): Menjaga Hutan, Menangkal Bencana

15 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 11 Agustus 2025   00:25 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Wali Kota Subulussalam. (Sumber: disdukcapil.subulussalamkota.go.id) 

Di Subulussalam, banjir sudah menjadi ancaman tahunan di beberapa kecamatan. Hujan deras yang dulu bisa ditahan oleh hutan kini langsung mengalir ke permukiman.

Longsor juga menjadi lebih sering terjadi. Tanpa akar pohon yang menahan tanah, lereng bukit menjadi rapuh dan mudah runtuh.

Kerusakan infrastruktur akibat bencana ini menimbulkan kerugian ekonomi besar. Jalan putus, jembatan rusak, dan rumah warga hanyut terbawa arus.

Selain kerugian materi, bencana juga membawa dampak psikologis. Warga yang kehilangan rumah atau ladang sering kali mengalami trauma dan kesulitan untuk memulai kembali kehidupan.

Deforestasi juga berdampak pada ketersediaan air bersih. Sumber mata air yang bergantung pada hutan menjadi kering ketika pepohonan hilang.

Bencana ekologis ini pada akhirnya mengganggu produktivitas sektor pertanian dan perkebunan. Tanah yang tererosi menjadi kurang subur.

Perubahan iklim lokal pun terjadi. Suhu udara meningkat, musim hujan dan kemarau menjadi tidak menentu, mempersulit petani dalam merencanakan masa tanam.

Semua ini menunjukkan bahwa menjaga hutan bukan hanya urusan lingkungan, tetapi juga soal melindungi kehidupan dan ekonomi masyarakat.

Penyebab Kerusakan Lingkungan

Kerusakan hutan di Subulussalam memiliki banyak penyebab yang saling terkait.

Ekspansi perkebunan sawit menjadi salah satu faktor utama. Permintaan pasar yang tinggi membuat pembukaan lahan baru terus terjadi.

Pembalakan liar juga berkontribusi. Kayu hutan masih dianggap sebagai komoditas bernilai tinggi, sehingga ada pihak yang mengambilnya tanpa izin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun