Namun, yang menarik adalah cara Dimas menulis deskripsi pengalaman magangnya. Ia menuliskan: "Menerapkan sistem klasifikasi dokumen berbasis digital yang mengurangi kesalahan input data sebesar 40%."Â
Satu kalimat ini saja sudah memberi sinyal bahwa ia tidak hanya bekerja, tapi mampu memberikan solusi dan peningkatan.
Menurut cerita Dimas, ia sempat ragu dengan kesederhanaan CV-nya, terutama saat teman-temannya menggunakan template dari Canva yang penuh warna.Â
Tapi justru, HRD perusahaan tersebut memanggil Dimas lebih dulu. Dalam wawancara, HRD mengatakan: "CV kamu sangat straight to the point. Mudah dibaca dan kami langsung tahu kamu orang yang terstruktur."
Hal ini memperkuat sebuah prinsip penting: Desain tidak akan menyelamatkan isi yang kosong. Tapi isi yang kuat bisa berdiri sendiri, bahkan dalam kemasan yang sederhana.
Sebagai tambahan, saya sempat bertanya langsung pada seorang HRD dari perusahaan e-commerce di Jakarta tentang preferensinya terhadap CV. Ia mengatakan bahwa, "CV yang bagus bukan yang paling cantik. CV yang bagus adalah yang langsung menjawab kebutuhan kami --- siapa kamu, apa pengalamanmu, dan apa yang bisa kamu kontribusikan. Kalau terlalu ramai, malah bikin pusing."
Ia menambahkan bahwa setiap kali membuka CV, ia hanya punya waktu kurang dari satu menit untuk menentukan apakah seseorang layak lanjut ke tahap berikutnya.Â
Maka, keterbacaan dan kejelasan menjadi dua kriteria utama. "Satu halaman dengan informasi yang jelas, sudah cukup. Dua halaman kalau kamu sudah senior. Tiga halaman? Kami langsung skip," katanya sambil tertawa.
Pengalaman-pengalaman ini memberi pelajaran penting bagi para pencari kerja, terutama generasi muda. Dalam dunia kerja yang serba cepat dan penuh persaingan, yang paling dibutuhkan bukanlah tampilan yang mencolok, tetapi substansi yang menjawab kebutuhan perusahaan.
CV sederhana bukan berarti tidak niat. Justru, CV yang ringkas, rapi, dan relevan menunjukkan bahwa kamu tahu apa yang ingin kamu sampaikan. Kamu tidak menyia-nyiakan waktu HRD, dan itu adalah bentuk profesionalisme yang sejati.
Jika kamu merasa tidak punya kemampuan desain, jangan minder. Jangan biarkan media sosial membuatmu merasa 'kalah sebelum bertarung' hanya karena CV-mu tidak penuh warna.Â