Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Aktivis Lingkungan dan Pendidikan di Komunitas Rumah Enzyme dan Misionaris Oblates of Earth Immaculate

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membayangkan Unit Pendidikan yang "Ekopedagogis"

28 Agustus 2025   06:01 Diperbarui: 28 Agustus 2025   06:01 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Krisis Lingkungan (Sumber: Pexels.com/Kredit Foto)

Bumi semakin tua dan tengah menghadapi permasalahan lingkungan yang kian kompleks. Realita hari ini menunjukkan bahwa alam sedang menuju proses perusakan yang serius dan masif. Limbah industri, sampah plastik, pencemaran tanah, air dan udara, hingga deforestasi masif adalah sebagian kecil dari dampak perilaku manusia yang meninggalkan dosa ekologis. Volume sampah yang dihasilkan manusia setiap harinya telah jauh melampaui kemampuan alami bumi untuk melakukan remediasi atau pemulihan secara mandiri. Sungai-sungai yang dahulu jernih kini menjadi saluran limbah, udara bersih berganti polutan, dan lahan hijau terus menyempit oleh ekspansi urban dan aktivitas ekstraktif. 

Alam tidak lagi memiliki cukup waktu untuk memperbaiki dirinya, karena ritme kerusakan yang terjadi berlangsung lebih cepat dari proses pemulihannya. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan hanya keanekaragaman hayati yang terancam punah, tetapi juga kelangsungan hidup manusia sendiri di planet ini. 

Tentu kenyataan ini menjadi refleksi bahwa bumi yang masih harus ditempati oleh anak cucu kita nantinya, sedang sakit. Kerusakan lingkungan yang terus berlangsung---baik yang tampak jelas seperti pencemaran air dan bencana alam, maupun yang tak terlihat seperti degradasi tanah dan hilangnya keanekaragaman hayati---menjadi sinyal bahaya bahwa bumi tak lagi mampu menanggung beban perilaku manusia yang eksploitatif. Lalu bagaimana nasib generasi-generasi berikutnya? Mereka akan mewarisi dunia yang tak lagi ramah, dengan udara yang tercemar, sumber air yang tercemar, pangan yang rentan terkontaminasi, dan iklim yang semakin tak menentu. 

Sampah adalah Salah Satu Permasalahan Lingkungan (Sumber: Pexels.com/Kredit Foto)
Sampah adalah Salah Satu Permasalahan Lingkungan (Sumber: Pexels.com/Kredit Foto)

Jika saat ini kita masih bisa memilih gaya hidup nyaman, generasi mendatang mungkin hanya bisa bertahan dalam keterbatasan. Oleh karena itu, sudah saatnya sekarang umat manusia mengubah cara pandang terhadap alam, dari sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi menjadi ruang hidup yang harus dijaga dan dipulihkan bersama, demi keberlanjutan hidup seluruh makhluk di masa depan. 

Pendidikan Ekologis adalah Keharusan

Awareness akan pentingnya menjaga alam adalah kebutuhan darurat yang tidak bisa lagi ditunda. Segala macam problem ekologis yang sudah dikemukakan diatas telah menjadi bukti nyata bahwa kita berada dalam situasi darurat lingkungan. Sayangnya, kesadaran kolektif masyarakat -- harus diakui - masih rendah, dan perilaku konsumtif serta eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung seolah bumi memiliki kapasitas tak terbatas. Dalam kondisi seperti ini, meningkatkan kesadaran ekologis bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Tapi bagaimana membumikan cita-cita untuk membangun kesadaran ekologis masyarakat? 

Ilustrasi Pendidikan Ekologis (Sumber: Pixabay.com/Kredit Foto)
Ilustrasi Pendidikan Ekologis (Sumber: Pixabay.com/Kredit Foto)

Di sinilah pendidikan ekologi mengambil peran strategis. Sekolah dan lembaga pendidikan lainnya harus menjadi garda terdepan dalam menanamkan pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem, bukan penguasa atasnya. Pendidikan tidak cukup hanya berfokus pada aspek kognitif atau pencapaian akademik, tetapi juga harus membentuk kepekaan lingkungan dan tanggung jawab etis terhadap alam. Kurikulum harus menyentuh isu-isu nyata seperti daur ulang, perubahan iklim, energi terbarukan, dan ketahanan pangan. 

Lebih dari sekadar pengetahuan, pendidikan ekologi harus mendorong aksi nyata. Siswa perlu dilibatkan dalam praktik langsung seperti pengelolaan sampah, konservasi air, pertanian organik, hingga proyek penghijauan. Dengan pendekatan ini, nilai-nilai keberlanjutan akan tertanam lebih dalam karena mereka mengalami sendiri hubungan antara tindakan manusia dan dampaknya terhadap lingkungan. 

Pendidikan ekologi juga harus lintas jenjang dan lintas sektor. Tidak hanya anak-anak sekolah dasar yang belajar mencintai lingkungan, tetapi juga remaja, mahasiswa, bahkan guru dan orang tua. Kesadaran kolektif hanya bisa terbangun jika setiap unit pendidikan menjadi ruang pembelajaran ekologis yang hidup. 

Mewujudkan Unit Pendidikan yang Ekopedagogis 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun