Pada 14 Agustus 2025, layar bioskop Indonesia dipenuhi antusiasme melalui film animasi Merah Putih -- One for All. Karya dari sutradara Endiarto dan Bintang Takari ini menyuguhkan petualangan delapan anak dari lintas budaya---dari Betawi, Papua, Tegal, Medan, Jawa Tengah, hingga Makassar---yang bergabung untuk menemukan kembali bendera pusaka yang hilang sebelum Hari Kemerdekaan.
Uniknya, setiap karakter animasi dirancang dengan visual dan detail gaya yang berbeda---sebuah upaya kreatif yang menggambarkan semboyan 'Bhinneka Tunggal Ika' dalam medium visual, meski kemudian menjadi sorotan menyentuh rasa estetika banyak penonton dan pengamat.
Visual Dipertanyakan, Narasi Divalidasi
Sebelum film ini rilis, trailer-nya sempat memicu lontaran "menyerah" dari netizen karena kualitas visual yang dihadirkan jauh dari harapan. Kritik itu berlanjut ketika film ditayangkan---netizen menyoroti animasi karakter yang dirasa kurang tepat dan tidak konsisten dalam eksekusinya.
Namun, meskipun secara pribadi saya memberikan kritik karena secara visual kurang greget namun bukan berarti meniadakan apresiasi. Ketika di dalam bioskop, saya juga melihat banyak penonton terutama anak-anak sangat menikmati dan tenggelam dalam semangat nasionalisme. Film ini juga merasakan kedekatan emosi lewat humor, kehangatan, dan petualangan anak-anak Tanah Air. Salah satu review menyatakan bahwa dalam 70 menit, film ini berhasil menyuntikkan kombinasi petualangan seru, humor khas anak-anak, dan pesan kebangsaan yang hangat di hati.
Dibalik Layar: Kolaborasi & Tantangan Produksi
Toto Soegriwo menjadi salah satu produser yang disebut-salah satu pihak yang tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Kontroversi pun berkembang---namun film tetap muncul sebagai produk kebangsaan yang menarik perhatian publik.
Menariknya lagi, film ini dirilis dalam momentum HUT RI ke-80, memberikan euforia tersendiri sebagai hiburan sekaligus refleksi semangat nasionalisme di tengah masyarakat.
Visual Kacau, Jiwa Patriotik Menggema
Merah Putih -- One for All adalah contoh nyata film animasi yang patut diapresiasi, meski menurut saya, tidak sempurna secara visual, namun mampu menyulut resonansi emosional mendalam. Film ini mengingatkan bahwa kreativitas lokal berani mencoba media baru---mengambil langkah besar meski masih penuh tantangan.