Kadang rindu ini menjadi candu
Layaknya zat adiktif yang perlu dikonsumsi setiap hari
Memabukkan
Layaknya Majnun yang tergila-gila kepada Laela
Melihat gambarnya saja sudah membuat dimabuk asmara
Seakan aku tidak membutuhkan apapun lagi di dunia ini
Cukup bersama dirimu sudah buatku bahagia
Cukup berdua denganmu, dunia milik kita
Cukup kata aku dan kamu yang menjadi kita
Aku merasa sudah ada di surga milik Tuhan kita
Mesin motor menderu pelan melewati jalan-jalan aspal yang terkadang rusak dan berlubang dimakan zaman. Polisi-polisi tidur tak luput meriahkan perjalanan menuju arah terminal keberangkatan. Jadwal bus datang  masih setengah jam lagi, tapi tidak ada salahnya datang sebelum jadwal keberangkatan, supaya tidak tertinggal dan tergesa-gesa di jalan.Â
Aku melihat punggungmu lama, punggung kekar nan kokoh suamiku. Terayun-ayun pelan menyesuaikan irama jalanan yang tidak selalu mulus. Punggung yang menopangku saat aku lemah, dan selalu menjadi tempatku bersandar saat aku lelah.
Motor masih melaju lambat-lambat menyusuri tepian sungai. Airnya tenang, berombak pelan. Angin mendesir perlahan, cuaca yang sedikit mendung seolah tahu hatiku yang tak secerah biasanya.
"De..." Mas Dimas memanggilku dengan suara agak keras. Karena kendaraan yang sedang melaju terkadang membuyarkan pendengaran.
"Iya mas, kenapa?" Jawabku menimpali.
"Ngantuk apa? Kok diam saja?" Tanya Mas Dimas keheranan, karena biasanya aku selalu berceloteh kesana kemari membicarakan apa saja.
"Anginnya semilir mas, enak dinikmati." Jawabku menyembunyikan suasana hati yang tidak menentu.
"Beneran, masa??" Heran Mas Dimas.
"Iya mas..." jawabku.
Terminal terlihat tidak jauh lagi, sekitar 10 meter lagi kita sampai. Rasa hati yang tidak karuan kembali muncul. Mas Dimas baru pulang 2 Minggu lalu setelah 3 bulan lamanya bekerja di kota. Rasa rindu masih terasa sampai sekarang, namun waktu begitu cepat berlalu. Seakan sekedip mata saja bersama, harus berpisah kembali.
Ku peluk erat pinggang Mas Dimas dari belakang bangku penumpang. Ku sandarkan kepala ke punggungnya, sesaat saja ingin ku nikmati setiap detik bersamanya. Sebelum jarak memisahkan, sebelum hangat tubuhnya tidak lagi bisa ku sentuh.
Jalanan saat itu masih sepi karena masih terbilang terlalu pagi. Pukul 4.30 dini hari, masih terlalu awal untuk memulai aktifitas sekolah, ataupun bekerja. Sehingga jalanan terbilang cukup lengang, dan akupun tidak canggung memeluk suamiku di depan umum. Yang pada hari-hari biasa aku malu untuk menunjukannya di khalayak ramai, meski kita secara agama dan hukum sudah sah dinyatakan sebagai suami istri. Tetapi jika bermesraan cukup kita berdua dan Tuhan saja yang tahu.
Kita telah sampai di terminal, penumpang yang akan pergi bersama suamiku pun masih belum terlihat duduk di bangku-bangku tunggu. Mungkin karena jadwal keberangkatan di tiket masih 25 menit lagi, sehingga penumpang baru akan datang sebentar lagi. Aku turun perlahan dari atas motor, suamiku memarkirkan motornya tidak jauh dari bangku tunggu penumpang. Tidak berselang lama sekitar 5 menit setelah kita duduk menunggu, bis yang akan dinaiki suamiku pun datang. Tetapi kata sopirnya mau dibersihkan terlebih dahulu dan jadwal keberangkatan sesuai yang tertera dikarcis.
Penumpang satu per satu berdatangan, baik yang satu bis dengan suamiku atau berlainan. Bis yang sarat penumpangpun berdatangan dan perlahan menurunkan penumpangnya. Menjadikan terminal yang tadinya sepi kini menjadi semakin ramai oleh candaan dan guyonan penumpang.Â
Kupandang sekeliling terminal dan tatapanku berakhir memandang Mas Dimas yang ternyata sedang memperhatikanku.
"Kenapa mas?" Tanyaku heran.
"Sebentar lagi ditinggal ya, duh istriku..." Mas Dimas mencubit pipiku gemas. Memang akhir-akhir ini berat badanku naik karena selalu disuruh makan terus oleh keluarga mendampingi suami, menyebabkan pipiku pun semakin gembil dan Mas Dimas suka sekali mencubiti pipiku, katanya menggemaskan.
Aku mencembikkan bibirku manja. "Hu um ditinggali terus, ditemenin cuma sebantar" ujarku kepada Mas Dimas.
"Ya namanya kerja de, buat siapa, buat nafkahin kamu juga kan?" Jawab mas Dimas.
"Iya" jawabku pendek.
"Kita kumpulin modal dulu ya de, biar bisa bareng terus sama-sama terus disini. Jangan sedih, aku akan selalu setia sama kamu." Mas Dimas mengelus rambut Kasih mesra.
Jam menunjukkan jam 5 kurang 5 menit, 5 menit lagi waktu pemberangkatan bis. Armada bis pun sudah siap sedia di depan bangku tunggu penumpang. Mas Dimas bersiap membawa barang bawaannya menuju bagasi bis.
"Sudah tidak ada lagi yang tertinggal mas? Tanya Kasih. Karcis?
"Sudah" Jawab kak Dimas.
"Dompet?"Â
"Kunci kontrakan?" Tanya Kasih.
"Sudah" ucap Mas Dimas.
"HP?" Tanya Kasih lagi.
"Sudah istriku..." jawab Mas Dimas.
"Sudah tidak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Kasih memeriksa.
"Ada" jawab Mas Dimas.
"Apa?" Tanya Kasih sedikit terkejut.
"Kamu yang ketinggalan" jawab Mas Dimas sambil mencubit pipi Kasih gemas.
Kasih hanya tersenyum tersipu malu "apa sih mas, sudah mau berangkat loh bisnya masih bisa gombal" Kasih masih tersipu-sipu malu.
"Loh iya, istriku ini yang ketinggalan" jawab mas Dimas.
"Besok insyaalloh, liburan kerja aku kesana ya" jawab Kasih.
"Oke aku tunggu, aku berangkat dulu ya Assalamu'alaikum" pamit Mas Dimas.
"Wa'alaikum salam, baik-baik di sana ya mas, hati-hati di jalan." Ucap Kasih sambil menyalami suaminya.
"Iya, aku pergi untuk kembali, jaga hatimu untukku ya" ucap mas Dimas.
"Iya, Jaga hatimu juga untukku" ucap Kasih melepas tangan suaminya tersebut.
Mas Dimas melambaikan tangan sambil menaiki pintu bis yang akan membawanya ke kota tujuan. Kasih memperhatikan dari bangku tunggu penumpang bis yang perlahan berjalan maju membawq pergi suaminya tersebut. Tak terasa air mata menggenang di pelupuk mata Kasih.Â
'Do'a terbaik untukmu mas, agar kau baik-baik saja. Selamat sampai tujuan. Aku disini akan selalu setia menunggumu datang kembali'
Meski kita terpisahkan oleh jarak dan waktu. Cinta kita tak akan berlalu. Bahkan akan terus tumbuh layaknya pohon. Semakin besar semakin kuat. Rindu yang kadang menggebu pun seakan menjadi bumbu pemanis rasa cinta kita.Â
Karena cinta yang dilandasi ibadah nikmatnya luar biasa. Seputih baju akad yang kita kenakan saat pernikahan kita, putih dan suci.Â
Proses mengenalmu dan kau mengenalku akan berlangsung seumur hidup. Bagaikan kertas putih yang perlahan tertulis kenangan kita berdua, takkan berhenti hingga maut menjemput, takkan habis kata tertuang hingga mata tertutup. Aku milikmu dan kamu milikku. Bersama kita arungi bahtera cinta. Kau kaptennya dan aku adalah nahkodanya, berdua menuju surga cinta pemilik alam semesta.
Lintang Pualam
Cilacap, 14 Juni 2021
Teruntuk suamiku tercinta.Â