Apa Jadinya Jika Kita Terus Menyepelekan Burnout?
"Aku tidak lemah. Aku hanya lelah. Lelah biasa. Nanti juga hilang."
Begitu kataku pada diri sendiri. Hari demi hari. Sampai akhirnya aku berhenti percaya kalimat itu---karena lelah ini tidak juga pergi. Dan yang lebih menakutkan: aku mulai berhenti peduli.
Burnout Tidak Datang Seperti Badai. Ia Datang Seperti Kabut.
Burnout tidak datang dengan peringatan keras. Ia tidak meledak. Tidak mengamuk. Ia menyelinap dalam senyap, menyamar sebagai rutinitas, dan perlahan mencuri bagian dari dirimu---minat, makna, bahkan harapan.
Saya masih bekerja. Masih tersenyum. Masih berkata "baik-baik saja". Tapi semuanya terasa hampa. Seperti aktor yang lupa naskah tapi terus dipaksa naik panggung.
Mengapa Burnout Terus Dianggap Masalah Sepele?
Karena kita hidup dalam budaya yang memuja sibuk. Di mana "capek" adalah medali, dan "istirahat" dianggap dosa.
Ketika saya mulai kehilangan semangat, saya dibilang "kurang bersyukur". Ketika saya menarik diri, saya dianggap "moody". Tidak ada yang melihat bahwa saya sedang tenggelam perlahan---termasuk saya sendiri.
Burnout bukan lelah biasa. Ini luka dalam jiwa yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan tidur semalam.
Dan Jika Terus Disepelekan, Apa yang Akan Terjadi?