Selama Periode pertama kepemimpinan Jokowi, terdapat catatan atas isu perempuan yang masih perlu direspons dan diselesaikan. Â Ini menjadikan PR Hastowo tidak biasa.Â
Komitmen anggaran perlu dijaga, namun apakah terobosan masih bisa dilakukan? Ini merekognisi bahwa infrastruktur tetap menjadi prioritas Visi Indonesia, sementara anggaran pendifikan dan sektir sosial lain akan dikurangi.Â
Apakah inovasi bisa digali, ketika limitasi BKKBN yang 'hanya' memiliki Rp 1.5 triliun untuk mengelola operasional dan program di sektor  kependudukan dan keluarga berencana Indonesia tampaknya tak memadai?Â
Pak Jokowi perlu mempertimbangkan ulang keseimbangan alokasi anggaran sektor infrastrutktur dengan sektor sosial untuk memajukan SDM. Untuk infrastruktur, perlu dipertimbangkan penggalakkan Public Private Partnerships (PPP) yang tidak harus sepenuhnya membebani anggaran pemerintah semata. Juga, menurut saya, sudah saatnya target pembangunan enerji baru dan terbarukan ditingkatkan secara progresif agar import enerji kita berkurang.Â
Di sini, aggaran infrastruktur bisa diarahkan pada infrastrutkur sosial dan ekonomi, seperti konektivitas perdagangan untuk kepentingan UKM. Saya senang ini ada dalam pidato Jokowi dalam Visi Indonesia. Pendekatan anggaran memang perlu lebih inovatif. Â Ini untuk menyelematkan anggaran bagi sektor sosial.Â
Satu hal, korupsi harus serius dibasmi agar akumulasi dana fiskal dari pajak tidak sia sia dikumpulkan untuk mendanai anggaran pemerintah.Â
Bagaimana dengan penegakan hukum dan HAM? Ini belum jadi agenda Visi Indonesia.Â
Selama menjabat sebagai bupati Kulonprogo, Hasto menyatakan mengalami pergumulan ideologi yang tidak kunjung selesai. Isu ekonomi kerakyatan menjadi kegelisahannya.Â
Bagaimana dengan tugas barunya di BKKBN? Dan, nantinya di Kementrian Kesehatan, bila akan direalisasikan dan terjadi?Â
Mungkin saja, pergumulan ideologi itu akan tetap ada, tetapi pada isu yang berbeda. Â Hm..
Selamat bekerja keras dan cerdas serta strategis, pak Hasto. Juga, selamat kabinet Jokowi Ma'ruf. Â