Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hasto Wardoyo Sang Kepala BKKBN Baru, Visi Indonesia, dan PR Darurat

15 Juli 2019   13:15 Diperbarui: 21 Juli 2019   20:04 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasto Wardoyo (Liputan6.com)

Hasto Wardoyo, Mantan Bupati Kulonprogo yang Inovatif
Sejak 1 Juli 2019, Hasto Wardoyo, mantan Bupati Kulon Progo selama 2 periode menjadi Kepala Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Ini kejutan menyenangkan. Kemudian, beredar pula informasi bahwa ia masuk dalam jajaran Tim Kabinet Jokowi. Tentu ia orang istimewa.

Hasto Wardoyo, atau tepatnya Dr. Hasto Wardoyo, SP. OG.(K) adalah seorang dokter kebidanan. Ia lahir di Kulon Progo, Yogyakarta. Sebelum menjadi bupati Kulon Progo, ia dikenal sebagai dokter dan pengusaha bidang jasa kesehatan.

Ketika menjadi Bupati Kulon Progo, ia memenangkan 46,29% suara, mengalahkan 2 kandidat lain yang memperebutkan 53,71% suara. Ia dilantik menjadi bupati Kulon Progo pada 24 Agustus 2013.

Iapun kemudian memenangkan suara pada pemilihan Bupati Kulon Progo masa kerja 2017 -- 2022.

Hasto Wardoyo dikrnal karena berbagai inovasinya.Dalam bidang perekonomian, ia meluncurkan program yang melindungi perekonomian lokal "Bela & Beli Kulonprogo".

Ini dimulai dengan mengeluarkan peraturan yang mewajibkan pelajar dan PNS mengenakan seragam motif khas Kulon Progo gebleg renteng, pada hari tertentu.  Jumlah pelajar 80.000 dan 8.000 PNS dianggap bisa mendongkrak industri pengrajin batik untuk berkembang, dari 2 menjadi sekitar 50 an.

Ia juga mendorong perusahaan air minum lokal 'Airku'. Tak hanya itu, ia mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani Kulonprogo, 10 kilogram per bulan. Beras Raskin yang dikelola Bulogpun dari petani Kulon progro. Ini dianggap mampu menurunkan tingkat kemiskinan Kulonprogo dari 22,54% pada tahun 2013 menjadi 16,74% di tahun 2014.

Tetapi tentu saja, kebijakan yang menyenderkan pada perekonomian solidaritas PNS dan pelajar tidaklah berkelanjutan. Perekonomian harus berjalan dalam pasar yang ada, bukan dalam pasar terisolasi.   

Ia lalu mendorong agar gerai 'mini market' pun diarahkan pada pengusaha, produksi dan merek lokal. Tak kurang, beberapa organisasi perempuan juga mendapat dukungan alat alat produksi hasil pertanian seperti mesin pembuatan coklat.

Berbagai terobosan melalui gerakan program ini menyebabkan kabupaten Kulonprogo masih bisa tetap menerima pendapatan darah yang memadai, meskipun menerapkan pembatasan iklan rokok yang diatur dalam Perda Nomor 5 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Satu hal yang menarik, semasa menjadi bupati Kuloprogo, pak Hasto selalu berkenan membuka pintu dialog dan membagi pengetahuan. Tak heran, nomor kontaknya ada di banyak HP aktivis gerakan ekonomi dan perempuan.  Ketika ia tidak bisa menghadiri suatu acara, ia akan mewakilkannya kepada tim seniornya di Pemda. Ini membuat kelompok perempuan di bidang ekonomi sangat terbantu.  Kerjasamapun terjalin baik. 

Ternyata bukan hanya warga Kulonprogo yang masih merasa butuh perhatian pak Hasto. Saat ini, BKKBN tentu hangat mendiskusikan apa yang pak hasto akan tinggalkan di BKKBN dan bagaimana setelah kebenaran nama pak Hasto masuk jajaran Kabinet Jokowi. 

Pekerjaan Rumah BKKBN 
Setelah Haryono Suyono dan Khofifah, kerja BKBN tidak terlalu terdengar. Status program KB, sebagai bagian dari kesehatan reproduksi pun dinilai merosot.

Indonesia telah meratifikasi International Conference on Population and Development (ICPD). Untuk itu, Indonesia tunduk pada kesepakatan konvensi dunia yang ditandatangani 179 negara yang mengadopsi program kesehatan dan hak reproduksi sebagai bagian dari pembangunan global.

Saat ini, prioritas Indonesia adalah mengelola jumlah dan dinamika penduduk Indonesia. Juga, Indonesia harus menurunkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan reproduksi, meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko HIV/Aids dan dalam hubungannya dengan kesehatan reproduksi, menghapus kekerasan seksual dan implikasinya pada kesehatan reproduksi, menghapuskan perkawinan anak, dan juga menghapuskan sunat perempuan. Semuanya bertautan dengan aspek kesetaraan perempuan dan laki laki. 

Seberapa BKKBN akan mengelola isu isu progresif itu? 

Pekerjaan-pekerjaan di atas merupakan pekerjaan besar dan penuh tantangan karena BKKBN akan bekerja dalam konteks sosial budaya masyarakat yang kompleks, yang sebagiannya mengembalikan persepsi dan pandangan agama yang konservatif. 

1. Demografi
Penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan sebesar 266,89 juta, dengan 134 juta penduduk laki laki dan 132,89 juta penduduk perempuan.

Dinamika dan tipologi demografi Indonesia bukan hanya sekedar isu jumlah penduduk. Kebijakan nasional perlu memanfaatkan dan menyiasati tipologi demografinya. Populasi usia muda (10 -- 14 tahun) dan tingkat fertitilitasnya merupakan hal yang kritis.

Pertumbuhan penduduk usia di atas 60 tahun juga meningkat. Jumlahnya akan mencapai 41 juta pada tahun 2030. Angka ini dua kali dari angka pada 2015. Pertumbuhannya akan lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk secara keseluruhan. Prosentase tertinggi penduduk usia lanjut pada tahun 2030 akan ada di Jawa.

Perlu kajian dan tanggap kebijakan serta program yang relevan dan memadai pada isu lansia ini. Kebutuhan pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi yang sesuai, disamping layanan kegiatan ekonomi dan sosial politik juga penting.

Selanjutnya, kesehatan masyarakat dan produktivitas kerja dalam kaitannya dengan siklus hiudp penduduk perlu menjadi perhatian ke depan. Persoalan kesehatan reproduksi pada usia produktif  berkaitan dengan kecukup gizi ibu hamil dan risiko kehamilan yang tidak terpantau serta perlunya dukungan infrastruktur agar kelompok ini masih dapat berkarya di lapangan kerja juga hal yang tak kalah urgen. Sementara itu, angka kematian ibu masih tinggi. Angka kematian di antara anak perempuan dari perkawinan anak perlu perhatian. 

Dalam hal standar kesehatan masyarakat Indonesia, meningkatnya jumlah penduduk dari kelompok masyarakat di atas 60 tahun yang masih bekerja juga perlu perhatian. Isu penyakit degeneratif, kronik dan anemia di usia lanjut perlu penanganan. 

Yang tak kalah pentingnya adalah dukungan untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi penduduk di area pasca bencana, termasuk di NTB dan Sulawesi serta wilayah bencana lain.

2. Kesehatan dan Rokok 

Indonesia dalam situasi darurat rokok. Literasi dan pemahaman akan risiko merekok, khususnya pada kesehatan keluarga serta kesehatan reproduksi masih terbatas.

Hasto Wardoyo menilai konsumsi rokok di masyarakat telah pada titik yang merugikan bukan hanya berakibat pada kesehatan keluarga, tetapi juga kondisi ekonomi keluarga. Ia melihat keberatan warga yang menolak membayar BPJS sebesar Rp 25.000 per bulan dan mengatakan tidak mampu sehingga mengharuskan negara yang membayar adalah tak masuk akal. Apalagi, pengeluaran keluarga untuk belanja rokok adalah sebesar Rp 350 ribu per bulan. 

Hasto pernah membandingkan anggaran Pendapat Asli Daerah (PAD) Kulonprogo yang sebesar Rp 260 miliar, sementara belanja rokok masyarakat adalah mencapai Rp 96 miliar. 

Di tingkat nasional tentu ia perlu menilik bagaimana kebijakan perlu diperkuat mengingat dampak negatif rokok pada kesehatan keluarga. 

3. Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan Berbasis Gender
ICPD menjamin hak asasi manusia dalam semua keputusan kesehatan reproduksinya. Ini berkait soal pilihan alat reproduksi, pilihan untuk menikah atau tidak menikah, dan pilihan pada usia berapa akan menikah. Namun, pilihan pilihan itu juga memmbawa risiko bila tidak disertai literasi memadai akan kondisi kesehatan reproduksi serta status sosial ekonomi masing masing. 

Perkawinan Anak di Indonesia adalah nomor 7 di dunia dan nomor 2 di Asia Tenggara. Persentase perempuan dengan umur perkawinan pertama di bawah 19 tahun yang cukup tinggi dan melebihi angka nasional (37,35 persen) terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan (47,53 persen), Jawa Barat (44,81 persen), Jawa Timur (44,41 persen), Sulawesi Barat (41,37 persen), Jawa Tengah (40,84 persen), dan Banten (38,99 persen).

Angka kematian ibu masih tinggi, 359 per 100.000 kelahiran di tahun 2012. Angka ini meningkat dibandingkan dengan angka pada 2008 sebesar 238 orang per 100.000 kelahiran.

Tingkat fertilitas di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 2,4 %, tetapi masih sedikit lebih tinggi dari target RPJMN 2,3%, sementara permintaan akan alat kontrasepsi tinggi. Dalam hal ini, terdapat 'the unmet needs' atau kebutuhan yang tidak terpenuhi perlu mendapat perhatian. Ini merefleksikan bahwa masih terdapat lebih banyak perempuan yang sebetulnya tidak menghendaki kehamilannya.

Isu kehamilan yang tidak dikehendaki tentu membawa risiko bila perempuan tidak memahami fasilitas kesehatan dan pertolongan dokter yang aman. Karena norma norma dan perspektif  yang ada, layanan kesehatan reproduksi remaja masih terbatas, dan masih perlu lebih ditingkatkan.

Isu isu di atas berkelindan dengan persoalan kemiskinan struktural dan sosial budaya yang ada di masyarakat.

BKKBN perlu menjadikan model dari Standard and Operating Prosedur (SOP) penanganan kekerasan berbasis gender di wilayah emerjensi untuk menjadi acuan nasional. Di samping itu, dukungan tanggap bencana dan pasca bencana NTB dan Sulawesi Tengah perlu dituntaskan.

PR BKKBN untuk bersama Komnas Perempuan dan organisasi non pemerintah untuk mendorong disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga penting. 

Pelibatan laki laki, termasuk dengan ulama dan tetua adat dalam keluarga berencana, kesehatan reproduksi, penghapusan perkawinan anak, dan penghapusan kekerasan berbasis gender perlu diteruskan. 

Visi Indonesia, Limitasi Anggaran, dan Pergumulan Ideologi Hasto. Apakah Masih Bisa Berinovasi?

Sebagian besar PR telah disebutkan oleh pak Jokowi dalam Visi Indonesia untuk aspek Kedua, yang berbunyi : 

"Kita akan menggeser yaitu pada pembangunan sumber daya manusia. Kita akan memberikan prioritas pembangunan kita pada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan. Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Itu yang harus dijaga betul. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita di situ!"

PR memang berat, ini artinya, PR itu bukan hanya menjadi PR BKKBN. Ini juga PR kementrian terkait, seperti Kementrian Kesehatan dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, juga Kementrian Pendidikan Nasional, juga lembaga quasi pemerintah seperti Komnas Perempuan. Dan, jangan lupa, ini adalah PR darurat Jokowi - Ma'ruf dan PR Visi Indonesia yang akan ditanggung-gugat. 

Saya sebut darurat karena ini PR lama. Angka Kematian Ibu melahirkan, misalnya, meningkat dan ini bukan hal biasa. Selain ini bagian dari hak asas perempuan, kinerja yang tidak hasilkan progres ini mencoreng muka negara dan bangsa, bahwa nyawa perempuan tidak menjadi pertimbangan. 

Lihat pula isu perkawinan anak, HIV Aid, dan kekerasan seksual. Ini PR yang selalu menjadi momok peri kehidupan. 

Selama Periode pertama kepemimpinan Jokowi, terdapat catatan atas isu perempuan yang masih perlu direspons dan diselesaikan.  Ini menjadikan PR Hastowo tidak biasa. 

Komitmen anggaran perlu dijaga, namun apakah terobosan masih bisa dilakukan? Ini merekognisi bahwa infrastruktur tetap menjadi prioritas Visi Indonesia, sementara anggaran pendifikan dan sektir sosial lain akan dikurangi. 

Apakah inovasi bisa digali, ketika limitasi BKKBN yang 'hanya' memiliki Rp 1.5 triliun untuk mengelola operasional dan program di sektor  kependudukan dan keluarga berencana Indonesia tampaknya tak memadai? 

Pak Jokowi perlu mempertimbangkan ulang keseimbangan alokasi anggaran sektor infrastrutktur dengan sektor sosial untuk memajukan SDM. Untuk infrastruktur, perlu dipertimbangkan penggalakkan Public Private Partnerships (PPP) yang tidak harus sepenuhnya membebani anggaran pemerintah semata. Juga, menurut saya, sudah saatnya target pembangunan enerji baru dan terbarukan ditingkatkan secara progresif agar import enerji kita berkurang. 

Di sini, aggaran infrastruktur bisa diarahkan pada infrastrutkur sosial dan ekonomi, seperti konektivitas perdagangan untuk kepentingan UKM. Saya senang ini ada dalam pidato Jokowi dalam Visi Indonesia. Pendekatan anggaran memang perlu lebih inovatif.  Ini untuk menyelematkan anggaran bagi sektor sosial. 

Satu hal, korupsi harus serius dibasmi agar akumulasi dana fiskal dari pajak tidak sia sia dikumpulkan untuk mendanai anggaran pemerintah. 

Bagaimana dengan penegakan hukum dan HAM? Ini belum jadi agenda Visi Indonesia. 

Selama menjabat sebagai bupati Kulonprogo, Hasto menyatakan mengalami pergumulan ideologi yang tidak kunjung selesai. Isu ekonomi kerakyatan menjadi kegelisahannya. 

Bagaimana dengan tugas barunya di BKKBN? Dan, nantinya di Kementrian Kesehatan, bila akan direalisasikan dan terjadi? 

Mungkin saja, pergumulan ideologi itu akan tetap ada, tetapi pada isu yang berbeda.  Hm..

Selamat bekerja keras dan cerdas serta strategis, pak Hasto. Juga, selamat kabinet Jokowi Ma'ruf.  

Pustaka : 1) Profil Hasto Wardoyo; 2) Hasto Wardoyo Kepala BKKBN; 3) Hasto Wardoyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun