Mohon tunggu...
Leny Mufarokah
Leny Mufarokah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menolak Punya Anak, Menyalahi Syariat? Tafsir Kontemporer atas Fenomena Childfree

21 Mei 2025   09:45 Diperbarui: 21 Mei 2025   09:45 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah perubahan zaman dan nilai-nilai kehidupan modern, muncul fenomena childfree, yaitu keputusan sadar dari seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki anak. Pilihan ini menimbulkan berbagai tanggapan, mulai dari yang menghargai sebagai hak individu, hingga yang mengecam karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama, khususnya Islam. Dalam masyarakat Muslim, memiliki anak sering kali dipandang sebagai bagian dari keberhasilan hidup dan ibadah. Maka, muncul pertanyaan: apakah menolak punya anak berarti menyalahi syariat? Bagaimana tafsir Islam kontemporer menyikapi fenomena ini? 

Islam menjadikan keluarga sebagai unit penting dalam membangun peradaban. Banyak ayat dalam Al-Qur'an dan hadis yang menyebutkan keutamaan memiliki keturunan. Salah satunya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: "Menikahlah kalian dan perbanyaklah keturunan, karena aku akan membanggakan jumlah kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat." (HR. Abu Dawud). Ayat-ayat seperti QS. Asy-Syura:49-50 juga menunjukkan bahwa anak adalah karunia dari Allah. 

Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua orang memiliki kondisi yang sama. Sebagian orang merasa belum atau tidak siap secara mental, finansial, atau fisik untuk membesarkan anak. Bahkan, ada yang mengalami trauma masa kecil, atau melihat dunia yang semakin kompleks sebagai alasan kuat untuk tidak memiliki keturunan. Inilah yang mendorong munculnya pilihan childfree. 

Tafsir Islam kontemporer tidak memandang teks-teks keagamaan secara kaku, tetapi memperhatikan konteks sosial dan kondisi zaman. Para pemikir seperti Fazlur Rahman dan Amina Wadud menekankan pentingnya membaca Al-Qur'an secara dinamis. Tujuannya bukan hanya memahami isi teks, tetapi juga menerapkannya secara adil dan manusiawi. 

Dalam konteks childfree, yang menjadi pertanyaan utama adalah: apakah pilihan ini dilandasi oleh penolakan terhadap nilai agama, atau merupakan keputusan pribadi berdasarkan pertimbangan yang bertanggung jawab? Jika seseorang memilih tidak memiliki anak karena merasa belum mampu menjalankan peran sebagai orang tua, maka keputusan tersebut justru bisa dianggap sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab moral. 

Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan dinilai berdasarkan niatnya. Dalam QS. Al-Baqarah:286 disebutkan, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." Ini bisa menjadi dasar bahwa Islam tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya, termasuk dalam hal memiliki anak. 

Selain itu, penting untuk membedakan antara hukum dan budaya. Di banyak masyarakat, memiliki anak dianggap wajib secara sosial, meskipun secara syar'i tidak ada perintah eksplisit yang mewajibkan setiap Muslim untuk memiliki anak. Pernikahan sendiri dalam Islam dianjurkan, tetapi tidak diwajibkan dalam semua keadaan, apalagi keturunan. 

Tentu, ini bukan berarti Islam mendukung gerakan childfree secara mutlak. Jika keputusan tersebut dilandasi oleh alasan yang egois, hedonis, atau karena menolak ajaran agama, maka perlu dikaji ulang. Tetapi jika itu adalah pilihan sadar, berdasarkan tanggung jawab dan niat baik, maka ruang ijtihad dan pemahaman yang bijak tetap terbuka. 

Pilihan untuk tidak memiliki anak memang menantang norma dan kebiasaan dalam masyarakat, terutama yang berbasis nilai-nilai keagamaan. Namun, melalui pendekatan tafsir kontemporer, kita bisa melihat bahwa Islam memberikan ruang bagi umatnya untuk membuat keputusan berdasarkan tanggung jawab, kesanggupan, dan kejujuran terhadap diri sendiri. 

Menolak punya anak tidak otomatis menyalahi syariat, selama pilihan tersebut tidak didasarkan pada penolakan terhadap prinsip-prinsip Islam. Justru, dengan pemahaman yang lebih dalam dan terbuka, kita bisa menilai bahwa setiap orang berhak memilih jalan hidupnya, asalkan tetap dalam koridor nilai-nilai kebaikan dan tanggung jawab. Maka, daripada menghakimi, marilah membuka ruang diskusi dan pemahaman yang lebih bijaksana dalam menyikapi fenomena sosial seperti childfree.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun