Mohon tunggu...
Lentera Desa
Lentera Desa Mohon Tunggu... Program Mahasiswa Berdesa (Promahadesa) Universitas Jember

Program LENTERA DESA (Lindungi Anak dari Pernikahan Dini, Edukasi Digital Remaja dan Orang Tua demi Keluarga Sejahtera) sebagai Aksi Nyata Pencegahan Pernikahan Dini di Desa Karangharjo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Teater "Asih di Bab Terakhir" Suarakan Penolakan terhadap Pernikahan Anak

20 Agustus 2025   13:33 Diperbarui: 20 Agustus 2025   13:33 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Promahadesa Universitas Jember bersama dengan UKM Kesenian Wisma Gita, Pengurus FAD dan GTDLA Karangharjo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Jember  (27/07/2025) -- Suasana Balai Desa Karangharjo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, berubah menjadi panggung penuh emosi pada Sabtu (27/07/2025) malam. Program Mahasiswa Berdesa (Promahadesa) LENTERA DESA, yang tengah menjalankan program pencegahan pernikahan anak di Desa Karangharjo, menggandeng komunitas seni Wisma Gita dalam menampilkan sebuah teater berjudul "Asih di Bab Terakhir". Pertunjukan ini menjadi salah satu program kerja dengan pesan kuat yaitu pendidikan adalah hak setiap anak, dan pernikahan di usia dini bukanlah solusi mengatasi kemiskinan.

LENTERA DESA sendiri merupakan singkatan dari Lindungi Anak dari Pernikahan Dini melalui Edukasi Digital Remaja & Orang Tua demi Keluarga Sejahtera. Program ini digagas tim mahasiswa Promahadesa Universitas Jember sebagai upaya nyata mencegah praktik pernikahan usia anak, yang hingga kini masih kerap terjadi di pedesaan. Melalui media seni teater, pesan ini diharapkan dapat lebih mudah menyentuh hati masyarakat, baik remaja maupun orang tua.

Melalui cerita yang ditulis dengan apik, menjadikan "Asih di Bab Terakhir" sebagai cerita yang menyentuh hati dan menggugah pikiran masyarakat setempat.  Mengisahkan perjuangan seorang remaja perempuan bernama Asih dengan satu jenjang yang baru saja diraihnya dalam hidup, yaitu diterima di SMA dengan beasiswa penuh. Namun, kebahagiaan itu seketika pupus ketika ibunya menolak dan justru menjodohkan Asih dengan seorang lelaki kaya berusia 30 tahun dengan dalih memutus rantai kemiskinan di keluarganya.

Dialog-dialog yang disajikan terasa hidup dan relevan dengan situasi masyarakat. Sang ibu digambarkan sebagai sosok yang keras, namun sesungguhnya terjebak dalam pola pikir lama: pernikahan dianggap sebagai jaminan masa depan. Sementara Asih mewakili generasi muda yang ingin memutus rantai tersebut, meyakini bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari keterbatasan.

Dalam adegan-adegan yang memancing haru, penonton dibawa menyaksikan ketegangan antara mimpi dan tradisi, antara suara perempuan yang ingin didengar dan budaya yang membatasi. Karakter Gita, teman Asih, serta Pak Edi dari Gugus Tugas Desa Layak Anak, menjadi jembatan yang menunjukkan bahwa dukungan lingkungan sangat penting untuk melindungi hak anak.

Pertunjukan berdurasi sekitar 30 menit itu memadukan bahasa Indonesia dan bahasa Madura, sehingga terasa akrab bagi warga. Para pemain yang tergabung dalam UKM Kesenian Wisma Gita FISIP UNEJ, mampu membawakan karakter dengan penuh penghayatan, membuat penonton berkali-kali terdiam, menghela nafas panjang, bahkan sampai menangis.

Tak hanya menyuguhkan drama, pertunjukan ditutup dengan monolog yang mengajak warga merenung. Monolog dari tokoh ibu menampilkan kesadaran bahwa "menjaga" anak bukan berarti membatasi mimpinya, sementara monolog Asih menegaskan tekad perempuan untuk bersuara melawan ketidakadilan.

Menurut data Gugus Tugas Desa Layak Anak setempat, kasus pernikahan dini di wilayah ini masih ditemukan, meski jumlahnya mulai menurun berkat edukasi berkelanjutan. Dengan adanya pertunjukan seperti ini, diharapkan pesan pencegahan dapat menjangkau lebih banyak warga.

Pada scene akhir, karakter Pak Edi dalam teater ini menegaskan bahwa pencegahan pernikahan dini bukan hanya tugas aparat desa atau aktivis, melainkan tanggung jawab bersama. "Putus sekolah bukan solusi, pendidikan nomor satu. Dukung anak meraih mimpi," ujarnya di akhir acara, disambut tepuk tangan panjang dari penonton.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun