Mohon tunggu...
Lefilatul Jannah
Lefilatul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Program Studi Ekonomi Pembangunan

Mahasiswa aktif di bidang ekonomi Menulis untuk memperluas diskusi dan berbagi perspektif terhadap isu-isu ekonomi terkini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Preventif Kebijakan Moneter Dalam Menghadapi Inflasi Musiman Lebaran 2025

24 April 2025   15:39 Diperbarui: 24 April 2025   15:37 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Setiap tahun, menjelang Ramadan dan Lebaran, masyarakat Indonesia menghadapi fenomena yang sudah bisa ditebak: kenaikan harga barang, Mulai dari bahan pangan, transportasi, hingga barang konsumsi, semuanya mengalami lonjakan. Fenomena ini dikenal sebagai inflasi musiman Lebaran. Tapi seberapa siapkah pemerintah dan otoritas moneter dalam mengantisipasinya?

          Lonjakan permintaan terhadap barang dan jasa, terutama kebutuhan pokok, transportasi, dan konsumsi rumah tangga, sering kali menyebabkan tekanan harga yang sifgnifikan. Dalam konteks ini, kebijakan moneter memiliki peran penting sebagai alat preventif untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli Masyarakat. Bank Indonesia (BI) cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat seperti menaikkan suku bunga acuan, menyerap uang beredar lewat operasi pasar terbuka, hingga pengaturan giro wajib minimun bagi perbankan.Tujuannya jelas : mengendalikan konsumsi agar tidak berlebihan. Namun, efektivitas langkah-langkah ini tidak selalu instan.

            Mengapa? Secara teori, hal ini dapat menurunkan permintaan agregat. Namun, dalam praktiknya, Instrumen seperti suku bunga memiliki time lag, yaitu jeda waktu antara kebijakan diterapkan dan dampaknya terasa di sektor riil. Ketika inflasi sudah terjadi karena peningkatan permintaan menjelang Lebaran, kebijakan moneter sering kali bersifat reaktif, bukan preventif. Selain itu, inflasi lebaran sering kali bersifat cost-push, yang disebabkan oleh masalah pasokan seperti kelangkaan barang atau distribusi yang terganggu bukan semata karena tingginya permintaan. Jadi, menaikkan suku bunga saja tak cukup. Dalam hal ini, kebijakan moneter tidak cukup efektif karena tidak menyentuh akar masalah di sisi penawaran. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi dengan kebijakan fiskal seperti subsidi pangan, operasi pasar murah, dan penguatan distribusi barang yang tepat sasaran.

            Menariknya, pemerintah berhasil mengendalikan laju inflasi selama bulan Ramadan yakni Maret 2025 yang tercatat sebesar 1,03% (yoy), hal ini patut diapresiasi. Karena angka ini tergolong rendah dan menunjukkan bahwa inflasi masih berada dalam level yang terkendali. Namun demikian, apabila dilihat dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi 0,09% (yoy), maka peningkatan ini dapat dibaca sebagai sinyal awal dari tekanan musiman yang lazim terjadi menjelang Ramadan dan Lebaran. Artinya, stabilitas ini bersifat sementara, dan dapat berubah dengan cepat apabila tidak ditopang oleh kebijakan antisipatif. Tanpa data sektoral yang rinci, klaim keberhasilan ini bisa menjadi narasi normatif yang menutupi potensi kerentanan di sektor-sektor tertentu seperti pangan dan transportasi. Oleh karena itu, pemerintah dan otoritas moneter tidak boleh terlena oleh angka makro yang tampak stabil di permukaan. Sebaliknya, kebijakan harus bersifat forward-looking, dengan mengantisipasi lonjakan harga yang lebih tajam pada April dan Mei periode puncak konsumsi masyarakat.

            Dalam konteks ini, kebijakan moneter perlu diarahkan secara lebih preventif dan terukur. Tidak cukup hanya menyesuaikan suku bunga ketika inflasi sudah terlanjur naik. Bank Indonesia perlu melakukan analisis inflasi musiman berbasis data sektoral untuk mendeteksi sektor-sektor yang rentan, seperti pangan dan transportasi, dan merancang intervensi likuiditas yang lebih presisi. Salah satu inovasi yang layak dipertimbangkan adalah penyesuaian likuiditas sektoral melalui skema pembiayaan mikro yang dikendalikan, alih-alih intervensi moneter berskala luas yang kurang tepat sasaran.

Selain itu, koordinasi lebih erat dengan kebijakan fiskal perlu diperhatikan. Intervensi pemerintah melalui operasi pasar murah, penguatan distribusi bahan pokok, dan subsidi harga dapat membantu menstabilkan harga dari sisi penawaran yang tak bisa dijangkau oleh kebijakan moneter semata. selain itu, komunikasi yang proaktif dan transparan dari otoritas juga penting untuk menjaga ekspektasi inflasi masyarakat agar tidak terjadi panic buying atau perilaku konsumsi berlebihan.

            Inflasi memang tidak bisa dihindari sepenuhnya saat lebaran. Namun, dengan pendekatan yang lebih cerdas dan terkoordinasi, kita bisa menjaga stabilitas harga bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab bersama. Dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi antara kebijakan moneter, fiskal, dan komunikasi publik tidak hanya akan mampu mengendalikan inflasi sesaat, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi nasioanal dalam jangka menengah, terutama saat momen-momen krusial seperti Ramadan dan Lebaran.

           

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun