Beliau kayaknya khawatir kalau gue cari masalah sama si Kunyuk ini. Kata Lova bisa jadi bulan-bulanan cewek satu sekolah kalau bermasalah sama Brandon. Bodoh amat. Emang gue takut?
Demi menghormati Pak Bambang akhirnya dicoba juga redam emosi yang mulai tersulut tadi.
"Brandon tadi kamu bilang mau tes kemampuan bermain basket Arini, 'kan?" Pak Bambang mengalihkan paras ke arah si Kunyuk.
"Awalnya sih begitu, Pak. Tapi mood saya tiba-tiba hilang. Besok aja. Mau pulang dulu," katanya santai sembari mengambil tas dan botol minum.
Gue cuma bisa melongo lihat si Kunyuk melenggang santai menuju pintu keluar lengkap dengan baju kaus dan celana pendek. Sama guru aja nggak sopan banget. Jadi penasaran gimana orang tuanya? Kok bisa sih punya anak songong kayak gini? Nyebelin banget, pengin gue maki-maki kalau Pak Bambang nggak ada di sini.
"Maaf ya, Arini. Besok saja datang ke sini lagi. Jangan lupa bawa baju untuk olahraga," ujar Pak Bambang memperlihatkan raut bersalah.
Kasihan juga sih lihat Pak Bambang. Pasti kewalahan hadapi si Kunyuk itu.
"Iya, Pak. Nggak pa-pa," balas gue, "tapi saya punya peluang latihan di sini 'kan, Pak?"
Pak Bambang mengangguk. "Kamu main basketnya bagus. Bapak sudah lihat beberapa hari yang lalu waktu olahraga. Bisa bantu anak-anak latihan juga nanti."
"Makasih, Pak. Jadi tenang." Gue diam sebentar. "Walau tahu nggak akan pernah gabung di klub, tapi latihan di sini aja saya udah senang, Pak."
Sayang banget di sekolah ini klub basket untuk cewek nggak ada. Katanya sedikit siswi yang berminat, karena mereka kebanyakan anak orang kaya jadi lebih memilih jaga penampilan daripada bermain basket.