Mohon tunggu...
Cocon Sidiek
Cocon Sidiek Mohon Tunggu... Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Perlindungan Lahan Pertanian Untuk Ketahanan Pangan Berkelanjutan

30 Maret 2025   12:33 Diperbarui: 31 Maret 2025   06:07 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : kompas.com

Sebagaimana dikutip dari laman resmi Presiden RI, Prabowo Subianto menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks. Komitmen tersebut disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, pada Minggu, 20 Oktober 2024.

Apa yang disampaikan Presiden Prabowo tentu sangat relevan ditengah negara-negara di dunia sedang dan akan menghadapi tantangan global yang sangat besar, utamanya terkait dengan kebutuhan pangan. Dunia saat ini tengah dihadapakan pada krisis sumber daya alam yang dipicu oleh degradasi kualitas lingkungan dan perubahan iklim, namun disisi lain pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang kian cepat. Saat ini diperkirakan ada sekitar 8,1 milyar jiwa  yang sangat bergantung pada kebutuhan pangan. Jumlah penduduk Indonesia sendiri setidaknya sebanyak 283 juta jiwa (databoks.katadata.co.id). Krisis ini diprediksi akan terus berlanjut, seiring dengan pola pengelolaan sumber daya alam yang kian eksploitatif dan memicu dampak eksternalitas terhadap kualitas lingkungan global. Prinsip -- prinsip sustainable development pada faktanya masih pada level tataran wacana, tapi pada implementasinya kebijakan sectoral justru masih mengabaikan prinsip equality of dimension yakni dimensi lingkungan, social dan ekonomi, khususnya terkait Intergenerational equity principle.

Kita tahu, saat ini ketergantungan pangan antar negara mulai kentara. Ini bisa terlihat dari dinamika geopolitik global sangat berpengaruh terhadap rantai pasok pangan global. Perang antara Rusia versus Ukraina misalnnya,  turut memberikan dampak terhadap suplai gandum ke Indonesia, padahal Ukraina  adalah eksportir gandum terbesar ke Indonesia dengan suplai share sebesar 25,50% dari total impor sebanyak 11,22 juta ton di tahun 2022 (sumber : USDA, 2022). Fakta lain yang juga mestinya menjadi bahan evaluasi kebijakan RI yakni terkait importasi beras yang terus dilakukan, padahal RI merupakan negara agraris. Data BPS sebagaimana dikutip dalam laman cnbcindonesia.com, sepanjang tahun 2024 total produksi beras nasional mencapai 30,41 juta ton, turun dibanding tahun 2023 yang mencapai 31,10 juta ton. Kondisi ini memaksa RI harus mengimpor beras pada tahun yang sampai mencapai 4,52 juta ton, naik dibanding tahun 2023, dimana Impor tersebut berasal dari Thailand, sebanyak 1,36 juta ton, Vietnam sebanyak 1,25 juta ton, sisanya Pakistan dan India.

Jika krisis lingkungan dan perubahan iklim terus terjadi dan tanpa ada upaya pengendalian, jelas akan mengancam terhadap produktivitas sector sektor strategis berbasis pangan terutama sector pertanian, kelautan dan perikanan. Dalam kontek ketahanan pangan global, kedua sektor ini menjadi tumpuan saat ini dan masa depan. Negara-negara lain di dunia seperti India, China, Taiwan, Jepang dan lainnya justru mulai fokus pada pengembangan modernisasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas kedua sector ini. Bahkan negara-negara yang minim potensi dan nota bene bukan negara agraris telah lebih dahulu mengembangkan riset dan teknologi untuk pengembangan pertanian modern di lahan-lahan sempit (urban farming). Ini membuktikan bahwa negara lain beberapa langkah lebih maju dalam melakukan mitigasi terhadap terjadinya krisis pangan. Lalu bagaimana dengan RI?

Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya sector agribisnis mestinya tidak dilakukan sekonyong-konyong, tapi merupakan investasi jangka panjang melalui riset untuk menghasilkan inovasi teknologi yang adaptif dan efisien, dan tentunya didukung kebijakan afirmatif yang fokus pada upaya perlindungan terhadap sector agribisnis secara konsisten. Ini yang menjadi penyebab kita selalu tertinggal dari negara-negara lain. Tantangan global yang kian besar, akan memaksa negara-negara di dunia mencari caranya sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Seiring perkembangan inovasi dan teknologi yang kian cepat, semua negara dipastikan akan berlomba bagaimana mewujudkan ketahanan pangan dengan mengoptimalkan potensinya masing-masing tanpa harus bergantung pada negara lain. Gelagat proteksionisme dalam perdagangan, termasuk bahan pangan diprediksi akan terjadi. Ini yang harus diantisipasi oleh RI. Oleh karena itu, jika kita tidak melakukan langkah-langkah mitigasi sejak awal, pastinya kita akan mempertaruhkan nasib 283 jiwa penduduk Indonesia.

Sebagai pembanding, meski potensi pertanian Indonesia jauh lebih besar dibanding negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam, namun kedua negara telah memposisikan diri sebagai negara yang mampu mandiri di sekor pangan. Ini terlihat dari posisi kedua negara sebagai bagian penting eksportir komoditas pangan.  Kinerja ini diwujudkan melalui strategi implementasi kebijakan yang integrative pada semua subsistem yang terkait langsung menjadi daya ungkit kinerja pertanian nasional. Nampaknnya RI patut belajar pada Thailand sebagai best practices dalam kemajuan sector pertanian nasional.

Sebagai gambaran untuk komoditas padi, merujuk pada data BPS, tahun 2024 luas panen padi tahun 2024 mencapai sekitar 10,04 juta hektar dengan produktivitas rata-rata mencapai 5,29 ton per hektar. Dalam lima tahun  terakhir (2020 -2024), total luas sawah di Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,46% per tahun, atau rata-rata tiap tahun RI kehilangan lahan sawah seluas lebih kurang 155.590 hektar. Data menyebut penurunan luas lahan sawah lebih disebabkan karena alih fungsi lahan menjadi pemukiman, industri dan infrasruktur lainnya. Contoh kasus, merebaknya industrialisasi di Kabupaten Karawang telah memicu terjadinya alih fungsi lahan sawah yang cukup signifikan. Karawang yang sejak dulu memiliki predikat sebagai lumbung padi nasional, kini bertransformasi menjadi kota industri. Data menyebut selama tahun 1989-2007 laju alih fungsi sawah mencapai 135,6 hektar per tahun, artinya ada 2.441 hektar lahan sawah hilang. Pun demikian kondisi saat ini bisa saja masih berlangsung, seiring kebijakan Pemerintah dalam menggenjot investasi masuk.

Dari aspek kesejahteraan petani, kita bisa lihat dari data jumlah petani gurem yang terus naik setiap tahun, BPS mencatat dari total jumlah petani tahun 2024 sebanyak 27,80 juta orang, ternyata sebanyak 17,25 juta orang (62%) merupakan petani gurem (luas garapan < 0,5 ha). Minimnnya luas lahan garapan jelas berdampak terhadap hasil produksi pertanian.

Berbagai dinamika permasalahan ini tentu menjadi tantangan di tengah visi Pemerintah mewujudkan ketahanan pangan nasional. Apalagi disisi lain, jika mengamati orientasi porsi pembiayaan pembangunan justru belum menunjukan keberpihakan secara penuh terhadap upaya mendorong kemandirian pangan nasional. Dalam porsi APBN TA. 2025 misalnya, anggaran Kementerian Pertanian justru dipangkas sebesar Rp.10,28 trilyun dari pagu senilai Rp.29,30 trilyun, sementara anggaran Kementerian KP dipangkas sebesar Rp.2,12 trilyun dari pagu senilai Rp.6,22 trulyun . Tentu ini menjadi tanda tanya besar, dimana semestinya justru memberikan porsi anggaran yang lebih besar. Dari 77 proyek strategis nasional (PSN) tahun 2025 -- 2029, Pemerintah masih fokus pada orientasi percepatan industrialisasi dan pembangunan infratruktur, meskipun ada beberapa proyek pendukung pertanian seperti pembangunan irigasi, dan food estate, namun masih dirasakan belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Masalah mendasar yang dihadapi saat ini yakni alih fungsi lahan pertanian, biaya produksi dan logistic yang tinggi, perlindungan lahan, stabilitas harga, dan produktivitas yang rendah. Ini yang memicu ancaman terhadap regenerasi petani, karena kecenderungan generasi milenial dan Gen-z memandang sector ini kurang menjanjikan.

Harmonisasi Regulasi dan Aturan

Kebijakan ketahanan pangan nasional, harus secara konkrit dilakukan melalui program strategis nasional yang tujuannya jelas memberikan daya ungkit terhadap peningkatan produksi nasional. Pencapaian swasembada pangan terutama bagi komoditas utama di sector pertanian dan perikanan menjadi mutlak, ditengah persaingan negara-negara dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri masing-masing. Upaya yang sangat urgent dilakukan yakni adanya kebijakan Pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian dan perikanan. Tanpa ada upaya ini, maka mimpi swasembada pangan akan menjadi sia-sia, terutama di masa yang akan datang.

Ditengah makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industry mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, Pemerintah harus betul-betul focus pada upaya perlindungan lahan pertanian secara berkelanjutan. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang beserta regulasi di level daerah dan peraturan turunan di bawahnya harus betul betul memberikan jaminan perlindungan bagi pemanfaatan lahan pertanian. Dinamika konflik antar sector dalam pemanfaatan ruang seringkali mengorbankan eksistensi lahan pertanian. Ini disebabkan karena Pemangku Kebijakan terutama di daerah terjebak pada dominasi kepentingan ekonomi seperti investasi di sector industri yang dinilai lebih cepat mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, dimana regulasi ini merupakan perangkat hukum dalam rangka menjamin eksistensi lahan pertanian nasional secara berkelanjutan. Salah satu substansi yang perlu dikritisi yakni pada pasal 44 ayat (2) yang berbunyi :

Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Tafsir terhadap ayat (2) di atas menimbulkan perbedaan interpretasi dan dapat dijadikan celah bagi kepentingan tertentu. Kategori  "Kepentingan Umum" pada ayat ini tidak dijelaskan secara detail. Beberapa proyek strategis nasional (PSN) yang ditetapkan Pemerintah, seringkali mengatasnamakan kepentingan umum, meskipun dampaknya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat, dan justru disisi lain mematikan mata pencaharian masyarakat sebagai petani dan/atau petambak. Proyek PIK 2, misalnya telah berdampak pada percepatan alih fungsi lahan pertanian dan pertambakan. Fenomena ini sangat dikahawatirkan, karena jelas melanggar ketentuan UU Nomor 41 Tahun 2009. Pemberlakuan regulasi dan/atau aturan seringkali kontraproduktif satu sama lain sebagai akibat diskresi pemangku kebijakan yang mengabaikan prinsip filantropi dalam penyusunan regulasi dan/atau aturan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang digadang-gadang sebagai upaya untuk mengharmonisasikan sejumlah regulasi agar lebih terintegrasi, faktanya justru memunculkan situasi yang dinamakan zero sum game dalam pola pembangunan. UU Cipta Kerja lebih dominan pada upaya dalam memicu pertumbuhan ekonomi melalui investasi secara besar-besaran di sektor industri, pertambangan dan infratruktur. Padahal bukan rahasia umum, ketiga sector ini menjadi factor yang menjadi penyebab tereduksinya lahan pertanian melalui maraknya alih fungsi lahan. Oleh karena itu, implementasi regulasi dan aturan penataan ruang harus betul betul sejalan dengan UU Nomor 41 Tahun 2009. Program reforma agraria bukan hanya ditujukan pada upaya merekstrukturisasi kepemilikan tanah masyarakat semata, namun harus diimbangi oleh upaya perlindungan terhadap kemungkinan alih fungsi lahan melalui kebijakan insentif.

Perlu Menerapkan Insentif dan Disinsentif

Insentif berupa pembebasan pajak bumi bagi lahan pertanian dan pertambakan harus dilakukan. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 diatur melalui insentif, namun berupa keringanan bukan pembebasan pajak bumi. Salah satu best practice yang patut dijadikan acuan adalah kebijakan pembebasan pajak bumi yang dilakukan oleh Vietnam guna melindungi eksistensi lahan pertanian. Inilah kenapa sektor pertanian di Vietnam dinilai lebih maju dibanding Indonesia. seperti menjadi salah satu eksportir beras utama di Asia. Amerika Serikat menerapkan Conservation Reserve Program (CRP) yakni dengan memberikan insentif kepada petani untuk menjaga tanah pertanian agar tetap subur dan tidak dialih fungsikan menjadi industri dan pemukiman. Sementara Uni Eropa merapkan kebijakan  Common Agricultural Policy (CAP) dengan memberikan subsidi dan insentif bagi petani untuk mempertahankan lahan pertanian dan menjaga lingkungan.

Dalam Penyelenggaraan Tata Ruang, sudah saatnya menetapkan lahan pertanian dan pertambakan ke dalam zona permanen yakni untuk memastikan tidak boleh ada kompromi dalam melakukan alih fungsi menjadi kegiatan ekonomi lain, tak terkecuali proyek strategis nasional yang orientasinya bagi industri, infrastruktur, pertambangan dan pemukiman. Indonesia harus mengadopsi apa yang dilakukan oleh Perancis dan Belanda terkait hal ini. Disamping itu, semestinya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) perlu segera ditetapkan batas minimum lahan pertanian yang harus dipertahankan dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional.

Seiring perkembangan urbanisasi yang kian cepat, dimana telah terjadi perubahan karakteristik wilayah perdesaan menjadi kota baik fisik, sosial, ekonomi dan budaya, disatu sisi ini perlu diwaspadai karena jelas akan mempercepat alih fungsi lahan pertanian untuk kawasan industri, pemukiman dan perdagangan. Contoh kecil, merebaknnya industri di Kabupaten Jepara telah berdampak pada percepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri dan pemukiman. Jika ini terus terjadi tanpa ada upaya pengendalian, maka jelas akan mengancam ketahanan pangan nasional. Melihat kondisi ini, maka pengendalian ekspansi wilayah kota ke wilayah pertanian sangat urgen dilakukan yakni dengan memperketat pembagian pola dan struktur ruang dalam regulasi tata ruang wilayah agar tidak mereduksi wilayah pertanian. Maka sekali lagi penting menetapkan regulasi terkait zona pertanian dan/atau pertambakan permanen.

Upaya penting lainnya yang harus dilakukan secara konsisten yakni penegakan hukum secara tegas bagi pelaku yang melakukan alih fungsi lahan pertanian dan/atau pertambakan menjadi kegiatan ekonomi non-pertanian. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 pada Pasak 72 ayat (1) jelas mengatur sanksi pidana bagi pelaku tersebut :

"Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"

Semoga mimpi besar Pemerintahan Prabowo Subianto untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional dapat terwujud, tentu dengan upaya-upaya konkrit yang focus pada peningkatan produksi pangan nasional dan kesejahteraan petani. Ekstensifikasi melalui program food estate, bukanlah satu satunya jalan untuk mendorong pertanian berkelanjutan, apalagi jika pencetakan sawah baru justru mengorbankan ekosistem yang ada, apalagi hutan lindung, di luar syarat lainnya yakni teknologi, kesesuaian lahan, infrstruktur dan SDM. Dibutuhkan kebijakan yang integratif dan berbasis pada masalah mendasar melalui perencanaan yang holistik. Terkait nilai tambah di level petani, Pemerintah harus secara konsisten menerapkan kebijakan input subsidi (subsidi input produksi : pupuk, obat-obatan dan lainnya) dan output subsidi bagi komoditas pangan strategis nasional. Output subsidi seperti subsidi harga bagi petani untuk menjamin stabilitas harga yang layak menjadi mutlak, dengan mendorong peran Bulog.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun