Mohon tunggu...
Cocon Sidiek
Cocon Sidiek Mohon Tunggu... Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Perlindungan Lahan Pertanian Untuk Ketahanan Pangan Berkelanjutan

30 Maret 2025   12:33 Diperbarui: 31 Maret 2025   06:07 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : kompas.com

Ditengah makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industry mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, Pemerintah harus betul-betul focus pada upaya perlindungan lahan pertanian secara berkelanjutan. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang beserta regulasi di level daerah dan peraturan turunan di bawahnya harus betul betul memberikan jaminan perlindungan bagi pemanfaatan lahan pertanian. Dinamika konflik antar sector dalam pemanfaatan ruang seringkali mengorbankan eksistensi lahan pertanian. Ini disebabkan karena Pemangku Kebijakan terutama di daerah terjebak pada dominasi kepentingan ekonomi seperti investasi di sector industri yang dinilai lebih cepat mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, dimana regulasi ini merupakan perangkat hukum dalam rangka menjamin eksistensi lahan pertanian nasional secara berkelanjutan. Salah satu substansi yang perlu dikritisi yakni pada pasal 44 ayat (2) yang berbunyi :

Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Tafsir terhadap ayat (2) di atas menimbulkan perbedaan interpretasi dan dapat dijadikan celah bagi kepentingan tertentu. Kategori  "Kepentingan Umum" pada ayat ini tidak dijelaskan secara detail. Beberapa proyek strategis nasional (PSN) yang ditetapkan Pemerintah, seringkali mengatasnamakan kepentingan umum, meskipun dampaknya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat, dan justru disisi lain mematikan mata pencaharian masyarakat sebagai petani dan/atau petambak. Proyek PIK 2, misalnya telah berdampak pada percepatan alih fungsi lahan pertanian dan pertambakan. Fenomena ini sangat dikahawatirkan, karena jelas melanggar ketentuan UU Nomor 41 Tahun 2009. Pemberlakuan regulasi dan/atau aturan seringkali kontraproduktif satu sama lain sebagai akibat diskresi pemangku kebijakan yang mengabaikan prinsip filantropi dalam penyusunan regulasi dan/atau aturan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang digadang-gadang sebagai upaya untuk mengharmonisasikan sejumlah regulasi agar lebih terintegrasi, faktanya justru memunculkan situasi yang dinamakan zero sum game dalam pola pembangunan. UU Cipta Kerja lebih dominan pada upaya dalam memicu pertumbuhan ekonomi melalui investasi secara besar-besaran di sektor industri, pertambangan dan infratruktur. Padahal bukan rahasia umum, ketiga sector ini menjadi factor yang menjadi penyebab tereduksinya lahan pertanian melalui maraknya alih fungsi lahan. Oleh karena itu, implementasi regulasi dan aturan penataan ruang harus betul betul sejalan dengan UU Nomor 41 Tahun 2009. Program reforma agraria bukan hanya ditujukan pada upaya merekstrukturisasi kepemilikan tanah masyarakat semata, namun harus diimbangi oleh upaya perlindungan terhadap kemungkinan alih fungsi lahan melalui kebijakan insentif.

Perlu Menerapkan Insentif dan Disinsentif

Insentif berupa pembebasan pajak bumi bagi lahan pertanian dan pertambakan harus dilakukan. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 diatur melalui insentif, namun berupa keringanan bukan pembebasan pajak bumi. Salah satu best practice yang patut dijadikan acuan adalah kebijakan pembebasan pajak bumi yang dilakukan oleh Vietnam guna melindungi eksistensi lahan pertanian. Inilah kenapa sektor pertanian di Vietnam dinilai lebih maju dibanding Indonesia. seperti menjadi salah satu eksportir beras utama di Asia. Amerika Serikat menerapkan Conservation Reserve Program (CRP) yakni dengan memberikan insentif kepada petani untuk menjaga tanah pertanian agar tetap subur dan tidak dialih fungsikan menjadi industri dan pemukiman. Sementara Uni Eropa merapkan kebijakan  Common Agricultural Policy (CAP) dengan memberikan subsidi dan insentif bagi petani untuk mempertahankan lahan pertanian dan menjaga lingkungan.

Dalam Penyelenggaraan Tata Ruang, sudah saatnya menetapkan lahan pertanian dan pertambakan ke dalam zona permanen yakni untuk memastikan tidak boleh ada kompromi dalam melakukan alih fungsi menjadi kegiatan ekonomi lain, tak terkecuali proyek strategis nasional yang orientasinya bagi industri, infrastruktur, pertambangan dan pemukiman. Indonesia harus mengadopsi apa yang dilakukan oleh Perancis dan Belanda terkait hal ini. Disamping itu, semestinya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) perlu segera ditetapkan batas minimum lahan pertanian yang harus dipertahankan dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional.

Seiring perkembangan urbanisasi yang kian cepat, dimana telah terjadi perubahan karakteristik wilayah perdesaan menjadi kota baik fisik, sosial, ekonomi dan budaya, disatu sisi ini perlu diwaspadai karena jelas akan mempercepat alih fungsi lahan pertanian untuk kawasan industri, pemukiman dan perdagangan. Contoh kecil, merebaknnya industri di Kabupaten Jepara telah berdampak pada percepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri dan pemukiman. Jika ini terus terjadi tanpa ada upaya pengendalian, maka jelas akan mengancam ketahanan pangan nasional. Melihat kondisi ini, maka pengendalian ekspansi wilayah kota ke wilayah pertanian sangat urgen dilakukan yakni dengan memperketat pembagian pola dan struktur ruang dalam regulasi tata ruang wilayah agar tidak mereduksi wilayah pertanian. Maka sekali lagi penting menetapkan regulasi terkait zona pertanian dan/atau pertambakan permanen.

Upaya penting lainnya yang harus dilakukan secara konsisten yakni penegakan hukum secara tegas bagi pelaku yang melakukan alih fungsi lahan pertanian dan/atau pertambakan menjadi kegiatan ekonomi non-pertanian. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 pada Pasak 72 ayat (1) jelas mengatur sanksi pidana bagi pelaku tersebut :

"Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun