Vara hanya tersenyum dan begitu seterusnya.
Amri pun datang, langsung saja Vara dibawa masuk ke ambulance yang telah dipersiapkan.
"Kenapa nggak bilang ke aku, Ra?" Vara tersenyum pada Amri.
"Aku... nggak mau buat kamu khawatir kak, kamu sahabat yang terlalu baik buat aku." Ada kebohongan di sana, Vara sebenarnya mencintai Amri dengan segenap hatinya. Namun dia tidak ingin merusak tali persahabatan mereka yang baru saja saling mengenal, dia takut jika dia menyatakan perasaannya, walaupun memang tidak ada larangan untuk mencintainya. Belum tentu tangan itu akan disambut mesra atau bahkan perasaan sayang itu mungkin saja tidak ada pada diri Amri terhadapnya.
***
Beberapa hari kemudian...
Sudah 3 hari Vara tidak sadarkan diri, dan kini Amri tengah menjaganya. Siang dan malam, bergantian dengan orang tua Vara. Bahkan sekali waktu dia tidak masuk kuliah hanya untuk menemani Vara yang masih diam tak berdaya.
"Nak Amri, ini ada titipan dari Vara, minta tolong berikan ke Nak Amri katanya jika terjadi apa-apa pada dirinya." diambilnya surat itu, dan dibacanya.
-------------------------------------------------
Teruntuk Pangeran Diksi yang kusayangi,
Kak, itu sebutanku untukmu, kamu yang selalu bisa membuatku bersabar dengan masalah-masalah yang aku hadapi. Dengan kata-katamu yang membiusku untuk pertama kali saat itu, kakak pasti ingat dengan perkenalan kita. Kak Am yang tercinta, kuharap kamu baik-baik saja di sana. Saat aku membuat surat ini pun aku sedang sakit, maaf ndak bilang. Aku tahu rasa cinta itu sah-sah aja untuk siapapun dan dari siapapun. Karena setiap orang punya jodohnya masing-masing, dan jodoh itu takkan tertukar. Saat pertama kali kita berbalas puisi, itu sebenarnya pertanyaan dari hatiku, bukan sekedar puisi. Apa kakak bisa merasakannya saat itu?