Peduli di Tengah Corona
Oleh: Siti Nurlatifah
Hampir setiap pulang dari kantor aku mampir di sebuah mini market untuk membelikan kue buat camilan anak-anak di rumah. Ada seorang bapak-bapak yang sudah beruban dengan badan yang kurus berjalan agak membungkuk. Namun, wajahnya selalu terpancar keteduhan. Kucoba turun dari mobil dan mendekati beliau sambil menunggu istri yang sedang belanja.
"Pak, sudah lama jaga parkir di sini?" tanyaku sedikit menyelidik.
"Belum lama Nak, baru sekitar satu tahunan."
"Oh, memang bapak tadinya kerja di mana?"
"Dulu saya narik becak, cuma karena sudah tua badan sudah tidak kuat. Jadi saya jaga parkir saja di sini."
"Bapak tidak istirahat saja di rumah? Apa bapak tidak takut dengan wabah corona?"
"Takut tidak takut Nak, mau gimana lagi. Di rumah bapak ada cucu yang masih harus sekolah dan istri. Kalau bapak tidak kerja, mereka akan makan apa Nak?" ucap bapak itu sambil berkaca-kaca dan tanganya mengusap matanya.
"Kalau anak bapak?" tanyaku sedikit penasaran.
"Anak bapak cuma satu dan meninggal saat melahirkan anaknya. Sehingga dari bayi, cucu bapak sudah kami rawat. Tidak tahu ayahnya di mana sekarang."
"Tapi bapak kan juga harus jaga kesehatan Pak. Bukannya kita tidak tahu ada virus atau tidak. Kalau misalnya bapak pulang dari sini terus bawa virus, otomatis cucu dan istri bapak akan tertular?" aku mencoba menjelaskan pentingnya lockdown.