Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayah, Ada Balon di Kakiku

18 April 2020   06:39 Diperbarui: 18 April 2020   06:38 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai shalat, anak cantik itu memberanikan diri merunduk menatap kakinya. Sedetik. Tiga detik. Lima detik. Ia hampir pingsan. Torehan-torehan besar nan memanjang di kakinya mengeluarkan darah bercampur nanah. Luka terparah ada di bawah lutut kaki kirinya. Bentuk luka itu seperti balon merah besar: perih, sakit, dan berdarah.

Balon.

Balon merah di kakinya.

Balon merah penuh darah membengkak di kaki Silvi.

Kepala Silvi terkulai ke bantal. Jadi, ini penyebabnya. Silvi sakit gara-gara balon merah itu.

Semua anak menyukai balon. Tapi, tidak ada balon yang membuat anak-anak sakit. Terkecuali balon merah berdarah dan bernanah yang kini membesar di kaki Silvi.

Putri disleksia itu menahan jeritan kagetnya. Ia jatuhkan gaun tidur menutupi kakinya. Jangan, jangan ada yang melihat balon merah itu.

Silvi sendirian di rumah. Tak ada yang bisa didatanginya untuk mengadu. Ayah Calvin dan Bunda Manda pergi berdua.

Pergi? Ya, mereka pergi meninggalkannya. Mereka pergi, Silvi tak diajak. Rasanya sedih sekali.

Menit-menit berlalu lambat. Sunyi merambati penjuru rumah. Silvi masih di posisinya. Terlentang menahan beratnya balon merah berdarah.

Lama, lama sekali Silvi terbiasa melukai diri. Selalu ada kelegaan sehabis menyayat tangan, menusuk kaki dengan kuku jari, mencakar, dan menusukkan paku. Anak itu punya media katarsisnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun