Silvi dijatuhkan ke lautan mimpi yang luar biasa indah. Di bawah langit malam yang redup, dia bertemu Ayahnya. Merasakan pelukan pertama Ayah setelah tujuh tahun lamanya menghirup udara dunia. Mimpinya indah, indah sekali. Dia tak ingin terbangun agar bisa menikmatinya lebih lama. Bunda, Silvi bertemu Ayah, jerit Silvi girang dalam hati.
Sayang sekali. Rol film digulung. Impian harus berakhir. Bersiap kecewa, Silvi membuka kelopak mata.
Nah lho, siapa pria yang memeluknya? Alih-alih guling berbentuk kudanil, tubuh seorang pria dewasalah yang didekapnya. Tubuh ini menguarkan harum yang sangat maskulin. Entah apa parfumnya.
Dicobanya mengingat kejadian hari kemarin. Pesta ulang tahun. Opa Hilarius meninggal. Oh, Opa. Mengapa harus bergandengan dengan maut secepat itu? Rasa lapar mendera. Menu bento. Kado misterius. Dia belum membukanya. Denting piano. Seorang pria setampan aktor Dion Wiyoko yang memeluknya. Ayah. Ayah Calvin Wan.
Yes! Ini bukan mimpi! Ayahnya benar-benar telah datang!
Lupa dimana dirinya berada, Silvi melompat. Gadis mungil itu terjerembap mencium lantai. Hidungnya kebas gara-gara menggesek lantai dengan tidak elitenya.
Bunyi debam membangunkan Ayah Calvin. Pria yang belum sempat melepas jasnya itu bangkit. Kepalanya pusing karena berdiri terlalu cepat. Lembut ditariknya Silvi bangun.
"Sayangku, kamu tidak apa-apa?" tanya Ayah Calvin khawatir.
Silvi menggeleng. Melepas pegangan Ayah Calvin. Walau excited, tetap saja kekecewaan dan kekesalan belum mencair. Dia masih kecewa lantaran Ayah Calvin meninggalkannya terlalu lama. Tanpa memedulikan lagi Ayahnya, Silvi ngeloyor pergi. Bersiap-siap ke sekolah.