"Begini yang benar Sayangku." Ayah Calvin membetulkan cara Silvi membaca serangkaian kalimat.
Firasatnya tak enak. Apa yang telah terjadi? Sudahkah dia melewatkan sesuatu yang penting tentang Silvi?
Rasanya Ayah Calvin sebodoh Patrick sahabat Spongebob. Dia menoleh, menatap wali kelas. Guru cantik berkacamata minus itu mendekat dengan angkuh.
"Maaf, Anda siapa?" tegurnya.
Dengan sopan, Ayah Calvin mengenalkan dirinya. Kening si wali kelas berkerut bingung.
"Bukankah Ayah Silvi sudah meninggal? Anda penculik ya?" ceplos guru itu.
Sakit, sakit ketika ada yang menganggap diri ini telah meninggal. Pastilah Bunda Manda yang meniupkan keyakinan pada guru sekolah jika Ayahnya Silvi sudah meninggal. Susah payah diyakinkannya guru itu. Setelah sang guru benar-benar yakin, Ayah Calvin menagih penjelasan.
Semenit. Lima menit. Tujuh menit, hati Ayah Calvin terpagut sendu. Jangan kira dia tak terima dengan kenyataan. Tidak, dia bisa terima. Dia hanya sedih pasalnya mengetahui gangguan belajar yang dialami Silvi dari orang lain. Alih-alih Bunda Manda, justru keterangan sepenting ini tersampaikan dari lisan pihak ketiga.
Niatnya untuk tidur luruh. Sempat Ayah Calvin berniat untuk mengistirahatkan tubuh selepas mengantar Silvi. Demi Silvi, dia akan tetap tinggal di sekolah.
"Saya akan mendampingi Silvi ujian." Pungkasnya. Disambuti tatapan heran bercampur kagum dari si guru wali kelas.
Bagai peragawan yang melakukan full turn, Ayah Calvin memutar tubuh. Dia kembali menghadap meja Silvi. Lembut mengelus kepala putrinya. Sukses membuat kira-kira dua puluhan anak penghuni kelas iri.