Ayah Calvin menoleh, menatapnya lembut. "Kenapa, Sayangku? Kamu ingat sesuatu?"
"Waktu Jose jatuh dari sepeda, ada tukang becak baik banget bantuin Jose. Kejadiannya persis di sini. Dia dimana ya, Ayah?"
Laju mobil diperlambat. Jose mengedarkan pandang, berharap menemukan bapak baik hati setengah baya dengan perut membuncit. Perut bapak itu membesar karena penyakit. Seperti rol-rol film, memori Jose perlahan memutar kembali pertemuannya dengan bapak itu. Kata si bapak penarik becak, rumahnya masih di sekitaran sini. Terletak di gang kedua setelah...
"Itu...itu, Ayah." Tunjuk Jose ke satu arah.
"Rumah bapak baik hati yang pernah bantu Jose ada di situ. Tapi Jose nggak tahu persis yang mana."
Betapa heran Jose karena Ayahnya mengangguk paham. Pelan dia menarik lengan jas pria bermata sipit itu.
"Ayah tahu?"
"Tiap minggu Ayah memberinya makanan. Jadi, Ayah tahu."
Hati Jose mencelos. Di salah satu rumah kecil, ia lihat bendera kuning berkibar. Punggungnya berkeringat dingin. Mungkinkah bapak baik hati itu...?
Tanpa diduga, Ayah Calvin memarkirkan mobil di tepi jalan. Ia ajak Jose turun dari mobil. Mereka berdua menyusuri jalan. Tepat pada saat itu, Jose dan Ayah Calvin berpapasan dengan penarik becak berambut beruban dengan perut membesar.
Sedetik. Tiga detik. Lima detik. Kelegaan menghangati Jose. Dia masih bisa bertemu bapak baik hati itu.