Ayah Calvin dan Bunda, hanya dua orang itu yang paling baik pada Jose. Teringat sang ayah membuat Jose terdorong untuk mempercepat langkah. Lihatlah, pemuda cilik berbaju putih itu mulai berlari menuju rumah paling besar di kompleks.
** Â
Jose naik ke pangkuan Ayah Calvin. Belaian lembut sang ayah di rambutnya begitu menenteramkan. Pria berjas hitam itu sabar mendengarkan curhatan anaknya.
"Ayah, semua orang jahat." Cetus Jose mengakhiri ceritanya.
Ayah Calvin membungkuk, mendekatkan wajah tampannya pada Jose. "Yakin, Sayang? Semua orang jahat? Berarti Ayah jahat dong."
"Semua orang jahat kecuali Ayah dan Bunda," ralat Jose buru-buru.
"Hmmm, kayaknya Jose lupa. Ayo ikut Ayah."
Refleks Jose memanyunkan bibir. Bagaimana Ayahnya ini? Jose curhat, malah diajak pergi. Tapi toh ia menurut ketika Ayah Calvin menggandeng tangannya ke garasi.
Lima menit berselang, Jose dan Ayah Calvin telah duduk manis di dalam Fortuner metalik yang melaju cepat. Kendaraan beroda empat itu menembus kepadatan jalan raya. Sesaat kemudian berbelok ke ruas jalan yang lebih kecil.
Kening Jose terlipat. Rasanya ia tak asing dengan tempat ini. Segerombolan anak seumurannya bermain di pinggir jalan. Para ibu mengobrol sambil menjemur cucian. Bapak-bapak betampang suram bersiap ke tempat kerja. Lalu-lalang pria berkaus lusuh mengayuh becak. Peluh berleleran di kening, tetapi senyum ramah mereka tebarkan.
"Oh iya!" seru Jose tiba-tiba seraya menepuk dahinya.