Seseorang bertepuk tangan. Kami terperangah. Papa bertolak pinggang di puncak tangga. Ia siap menyemburkan murka.
"Good job!" ucapnya sarkastik.
"Aku sengaja pulang sehari lebih awal, bikin kejutan, kalian malah pulang larut malam! Senang ya, ngerjain aku!"
"Adica, aku yang salah. Kamu jangan marahi Silvi..."
"Diam! Terima kasih sudah membuatku kecewa!"
Dengan kata-kata itu, Papa berjalan angkuh menaiki tangga. Hatiku runtuh. Pantas saja Papa tidak membalas pesanku.
Ayah merengkuh bahuku. Ia berusaha menenangkanku. Bagiku, Ayah tidak salah. Minimnya perhatian Papa pada hal-hal seperti ini membuat Ayah tergerak ingin mengambil alih peran. Sungguh, Ayah tidak salah.