Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Malaikat Berpiano Putih

9 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 9 Desember 2018   05:58 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Pixabay.com

Kado beraneka warna dan ukuran menumpuk di kamar hotelnya. Calvin memenuhi kamar dengan tumpukan kado yang tersusun rapi. Isinya coklat, permen, peralatan sekolah, buku-buku, sepatu, peralatan olahraga, mainan, dan pakaian baru. Ia sendiri yang menyiapkannya.

Jangan kira hanya dua tumpukan tinggi itu saja. Tidak, tidak. Masih ada lagi segulung kertas kado berikut barang-barang baru lainnya. Malam ini ia habiskan untuk eksekusi total. Pokoknya, besok pagi semua kado harus sudah siap.

Sepertiga akhir malam itu lebih baik. Bukan hanya baik untuk beribadah, merenung, dan menikmati sepi. Tetapi juga baik untuk mengerjakan banyak hal lain. Saat itu, otak berada dalam keadaan paling fresh. Konsentrasi mencapai titik maksimal. Peluang hadirnya gangguan sangat kecil.

Calvin membentangkan kertas kado. Ia menyusun buku tulis, pensil, penghapus, jangka, penggaris, dan peralatan lainnya dengan rapi. Lalu membungkusnya. Membuat hiasan serupa baju di bagian atas kado. Ia hafal bagaimana cara membuatnya.

Satu demi satu kado dibungkusnya dengan cantik. Selesai membungkus kado, ia mendirikan Tahajud. Ibadah sunnah yang sering kali dilupakan orang-orang yang lebih memilih tidur. Padahal Tahajud jauh lebih nikmat dari tidur.

Dalam sujudnya, Calvin memohon ampun. Meminta maaf bila apa yang dilakukannya malam ini tak disukai Allah. Sungguh, sama sekali tak ada maksud membuat marah penguasa langit. Ia lakukan itu atas nama kaasih.


Calvin mengadukan rasa bersalah dan sepinya dalam hening. Malam begitu kelam. Hujan lebat baru saja reda. Lampu tidur menebarkan cahaya lembut.

Ia beranjak bangkit usai Tahajud. Bergerak mengambil piano putih. Entah bisikan malaikat mana yang mendorongnya membawa grand piano ke hotel hanya untuk liburan singkat bersama keluarga Assegaf. Piano putih itu, hadiah ulang tahun Papanya beberapa tahun lalu. Ketika semuanya belum berubah.

Calvin bermain piano. Membuka jalan kepedihannya untuk keluar meninggalkan jiwa.


Ada kala ku merasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun