"Cepat sembuh ya? Daddy harus kuat..."
Calvin terhenyak. Harapan dari hati kanak-kanak yang tulus mencintainya. Mampukah ia mewujudkan harapan itu?
"Akan Daddy usahakan, Sayang. Tapi Daddy tak bisa janji," ucapnya.
Wajah Goldy berubah sendu. "Kalau Daddy meninggal, Goldy sama siapa?"
Sebuah pertanyaan yang sangat polos. Polos sekaligus menyakitkan. Membelai-belai lembut kepala Goldy, Calvin menjawab.
"Masih ada Uncle Adica, Auntie Syifa, Grandpa Rio, dan Grandma Lola. Mereka semua sayang sama Goldy."
"Big no..." Goldy menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Mereka beda. Daddy tak akan terganti."
Daddy tak akan terganti. Kata-kata itu membekas di relung hati Calvin. Goldy benar-benar mencintainya. Goldy takut kehilangannya. Tekadnya makin kuat untuk menaklukkan kanker tulang itu. Ia harus kuat, ia harus sembuh. Demi Jabar Nur Goldy Calvin.
** Â Â Â
Terlalu lama berdiam diri di rumah justru membuat tubuhnya makin sakit. Malam itu, setelah Goldy tidur, Calvin pergi sebentar ke cafenya. Praktis ia disambuti tatapan heran Syifa dan Adica setiba di sana.