Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sering Menghakimi Orang Lain? Hentikanlah

30 April 2017   06:57 Diperbarui: 1 Mei 2017   18:52 6670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Clara dan Marina adalah saudara dekat. Mereka sangat menyayangi keluarga, dan bertekad melindungi keluarga mereka dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan atau memerasnya. Di keluarga besar, tidak semuanya tergolong mampu dan kaya. Ibu mereka sering membantu anggota keluarga yang kurang mampu. Lantaran ibu mereka terlalu baik pada orang lain, anggota-anggota keluarga itu terkadang meminta lagi meski telah dibantu.

Hal itu membuat Clara dan Marina geram. Kedua gadis itu tak suka ibu mereka dimanfaatkan orang lain. Saat Lebaran, keluarga besar berencana datang ke rumah dan menginap selama beberapa hari. Clara keberatan. Ia tak mau keluarganya dimanfaatkan lagi. Ia bahkan mengajak Marina dan keluarga kecilnya berlebaran di Bali. Marina menerima ajakan Clara. Sayangnya, ajakan itu ditentang ibu dan ayah mereka.

Sikap angkuh itu tidak hanya ditunjukkan pada keluarga besar. Melainkan juga pada para tetangga yang kerap kali memanfaatkan dan memeras keluarganya secara halus. Clara dan Marina tak pernah bersikap ramah atau menyapa para tetangga. Tujuannya hanya satu: ingin melindungi keluarga mereka.

Orang-orang yang tidak mengenal Clara dan Marina dengan baik sering menyangka mereka sombong. Terlebih saat mendengar ucapan pedas dan tajam dari bibir mereka, serta melihat sikap angkuh mereka. Kenyataannya, Clara dan Marina tidak seperti yang dibayangkan orang-orang. Mereka gadis yang sangat baik dan perhatian. Di balik keangkuhan, hati mereka lembut.

Tahun-tahun terus berlalu. Clara dan Marina jatuh cinta pada Ronald dan Albert. Clara mencintai Ronald, Marina mencintai Albert.  Dua pria itu mampu mengerti mereka luar-dalam. Kebaikan dan kelembutan hati Albert dan Ronald mampu meluluhkan hati Clara serta Marina.  Keduanya mampu mengenali pribadi Clara dan Marina. Mereka paham, sebenarnya Clara dan Marina tidak bermaksud bersikap arogan. Keadaanlah yang memaksa mereka.

Sayangnya, hati kedua gadis itu kembali terluka. Cinta mereka terhalang perbedaan agama dan status sosial-ekonomi. Meski orang tua mereka telah merestui dan memberikan jalan keluar, namun kisah cinta yang mereka jalani selalu diwarnai luka dan kesedihan. Saat Clara dan Marina berbagi kesedihan pada orang lain pun, banyak yang menghakimi mereka. Baik secara eksplisit maupun implisit. Menyalahkan mereka karena mencintai pria yang jauh berbeda. Alhasil, Clara dan Marina merasa serbasalah. Pada akhirnya mereka memilih menutup diri dan menghindari pembicaraan tentang cinta. Terlalu sering di-judge dan dihakimi membuat hati mereka beku.

Ilustrasi di atas mengingatkan saya pada diri sendiri. Entah, saya merasa menjadi Marina dan Clara di sana. Poin yang layak digarisbawahi adalah, jangan menghakimi orang lain.

Betapa tidak enaknya saat kita dihakimi orang lain. Seakan kita terus-menerus melakukan kesalahan. Semua kesalahan ditumpahkan pada kita. Kitalah yang selalu salah di mata orang lain.

Pepatah “Don’t judge a book by it’s cover” sangat bagus. Jangan pernah melihat segala sesuatu dari luarnya. Apa yang kita lihat dari luar belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Ucapan, tindakan, dan perbuatan yang dianggap angkuh, arogan, dan menyakitkan belum tentu maksudnya seperti itu. Bisa jadi tersembunyi maksud lain.

Bagaimana rasanya dihakimi orang lain? Diri kita akan disergap rasa takut, khawatir, sedih, dan tidak berharga. Hati dan pikiran kita terus diracuni perasaan bersalah. Label dari orang lain akan melekat kuat dalam diri kita. Misalnya, orang lain menyebut kita sombong, maka kita akan merasa demikian. Padahal sebenarnya kita tidak bermaksud begitu.

Akibatnya fatal. Menutup dan menjauhkan diri adalah pilihan terbaik. Kita menjadi sulit percaya pada orang lain. Dalam pandangan kita, semua orang lain sama saja. Hanya bisa menghakimi, men-judge, dan mendiskreditkan kita. Apa pun yang kita lakukan dan ucapkan selalu salah.

Tak hanya menutup diri, orang yang dihakimi pun berpotensi melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri. Seperti self injury, atau melukai diri sendiri. Bahkan melakukan percobaan bunuh diri. Sebab merasa dirinya selalu salah, tidak berharga, tidak dicintai, dan tidak diinginkan.

Berbahaya kan? So, jangan pernah menghakimi orang lain. Dia sudah terlalu banyak menderita, lalu kita tambah penderitaannya dengan menghakimi. Tidakkah itu menyakitkan? Berhentilah menghakimi orang lain. Berhentilah men-judgenya secara negatif. Sebagai gantinya, lakukanlah hal-hal ini.

1. Pahamilah bahwa setiap orang berbeda

Tiap orang memiliki karakter yang unik dan berbeda. Kondisi, lingkungan, keluarga, situasi, pengalaman hidup, dan latar belakang mempengaruhinya. Cara menyikapi masalah pun bermacam-macam. Untuk itu, jangan samakan orang lain. Apa lagi menyamakan orang lain dengan diri kita. Bertoleransilah pada perbedaan-perbedaan itu.

2. Berikan opini yang netral

Kita tidak boleh menghakimi orang lain, tapi kita boleh memberi penilaian pada orang lain. Asalkan penilaian kita jujur, affair, dan netral. Artinya, bisa saja penilaian kita benar. Bisa juga salah. Jangan menilai seseorang hanya karena faktor suka-tidak suka. Cobalah bersikap netral dan objektif. Jika ia benar, akuilah meski kita tidak menyukai dia. Jika salah, akuilah salah.

3. Berikan empati

Sibuk menghakimi orang lain tak ada gunanya. Hanya menyakiti dan melukai orang lain saja. Cobalah berempati padanya. Bantulah ia mengatasi permasalahan-permasalahannya. Percayalah, berempati jauh lebih baik dari pada menghakimi.

4. Lihatlah dari sudut pandang yang berbeda

Nah, ini yang sering menjadi masalah. Sering kali orang hanya melihat dari satu sudut pandang. Bukalah pikiran kita. Lihatlah semuanya dari perspektif yang berbeda. Lihatlah maksud-maksud tersembunyi dari suatu perbuatan, tindakan, keadaan, dan ucapan. Jangan pernah berpikir sempit. Justru kita harus berpikir luas untuk melihat dan menilai sesuatu.

5. Dengarkan, posisikan, dan kuatkan

Orang datang pada kita dan bercerita bukan untuk dihakimi, disudutkan, atau disalahkan. Ia justru mencari dukungan dan penguatan. Dengarkanlah semua ceritanya. Coba posisikan diri kita sebagai dia. Bayangkan jika kita mengalami semua yang dia alami. Ingatlah bahwa keadaan dapat berbalik. Bisa saja kali berikutnya kita mengalami apa yang dia alami. Setelah itu, kuatkan hatinya. Jangan pernah mengucapkan kata-kata bernada menyalahkan, menyudutkan, atau menghakimi. Jangan biarkan air matanya mengalir semakin banyak setelah dia bercerita pada kita. Sebaliknya, buatlah dia tersenyum dan kembali tegar. Sulit membuat seseorang tersenyum, minimal jangan menyakiti perasaannya.

6. Serahkan semuanya pada Tuhan

Kita mungkin tahu bahwa dia salah. Tak mungkin kita membiarkan begitu saja. Di samping membantu dan membimbingnya ke arah yang lebih baik, serahkan semuanya pada Tuhan. Mintalah pertolongan-Nya. Kita punya Tuhan, jangan ragu meminta tolong pada-Nya. Terlebih jika sesuatu yang salah ini menimpa orang yang kita cintai. Berdoalah agar Tuhan memberikan petunjuk pada dia. Mintalah bimbingan Tuhan untuk dia.

Kompasianer, setelah membaca artikel ini, tegakah kalian menghakimi orang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun