Mohon tunggu...
Muhammad Rifan
Muhammad Rifan Mohon Tunggu... -

https://biodatalantureg.blogspot.com/2019/04/biodata.html?m=1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sembuhkan Diri Anda dari Dalil Penyakit Kegagalan

23 April 2019   09:18 Diperbarui: 23 April 2019   09:28 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa George mendapatkan jabatan itu? Ketiga orang muda ini menggali untuk menemukan segala macam alasan: nasib baik, katrol, menjilat, istri George dan bagaimana wanita itu bermain mata dengan bos -- yang semuanya tidak benar. 

Kenyataannya George memang benar-benar memenuhi syarat. Ia selama ini bekerja lebih baik dibandingkan yang lain. Ia bekerja lebih keras. Ia mempunyai kepribadian yang lebih efektif. Saya juga mengetahui bahwa para karyawan senior di perusahaan tersebut sudah menghabiskan banyak waktu mempertimbangkan mana dari keempat orang tersebut yang akan dipromosikan. Ketiga orang yang kecewa tersebut seharusnya menyadari bahwa para eksekutif puncak tidak memilih eksekutif utama dengan jalan undian. 

Saya berbicara mengenai keseriusan dalih nasib tersebut belum lama ini dengan seorang wiraniaga dari perusahaan pembuat peralatan mesin. Ia menjadi bersemangat mengenai masalah tersebut dan mulai berbicara tentang pengalamannya sendiri dengan dalih tersebut. 

"Saya tidak pernah mendengarnya disebut demikian sebelumnya," ujarnya, "tetapi ini adalah salah satu dari masalah paling sulit yang harus digeluti oleh setiap eksekutif penjualan. Baru kemarin sebuah contoh yang sempurna tentang apa yang Anda bicarakan terjadi di perusahaan saya. 

"Salah seorang wiraniaga datang sekitar pukul empat dengan pesanan besar untuk peralatan mesin. Seorang wiraniaga lain, yang volume penjualannya begitu rendah sehingga ia menjadi masalah, berada di kantor saat itu. Mendengar John menyampaikan berita baik tersebut, ia dengan agak iri mengucapkan selamat kepadanya dan kemudian berkata, 'Wah, John, Anda kembali beruntung!' "Nah, yang tidak mau diterima oleh wiraniaga yang lemah ini adalah bahwa nasib tidak ada kaitannya dengan pesanan besar yang didapat oleh John. 

John sudah menggarap pelangan itu selama berbulan-bulan. Ia sudah berulang kali berbicara dengan selusin orang di luar sana. John tidak tidur selama beberapa malam memikirkan secara persis apa yang terbaik untuk mereka. Kemudian ia menemui empat insinyur kami untuk membuat desain pendahuluan dari peralatan tersebut. 


John bukan beruntung, kecuali jika Anda boleh menyebut kerja yang direncanakan secara cermat dan dilaksanakan secara sabar sebagai keberuntungan. Seandainya nasib digunakan untuk mereorganisasi bisnis. Jika nasib menentukan siapa yang mengerjakan apa dan siapa yang pergi ke mana, semua perusahaan di negara ini akan berantakan. Asumsikan sejenak bahwa sebuah perusahaan dagang yang besar diharapkan melakukan reorganisasi sepenuhnya berdasarkan nasib. 

Untuk melaksanakan reorganisasi tersebut, nama-nama semua karyawan akan dimasukkan ke dalam sebuah tong. Nama pertama yang keluar akan menjadi direktur pengelola, kedua wakilnya, dan seterusnya hingga pesuruh kantor. Kedengarannya bodoh, bukan? 

Nah, begitulah caranya nasib bekerja. Orang yang naik hingga ke puncak di dalam pekerjaan apa pun -- manajemen bisnis, penjualan, hukum, rekayasa, akting, atau apa saja -- tiba di sana karena mereka mempunyai sikap yang unggul dan menggunakan pikiran sehat mereka dalam kerja keras.

Taklukkan Dalih Nasib dengan Dua Cara

 1. Terimalah hukum sebab-akibat. Perhatikan kembali apa yang tampaknya sebagai "nasib baik" seseorang. Anda tidak akan menemukan nasib baik, melainkan persiapan, perencanaan, dan pikiran penghasil sukses yang mengawali "keberuntungannya." Perhatikan kembali apa yang tampaknya merupakan "nasib buruk" seseorang. Lihat, dan Anda akan menemukan alasan spesifik tertentu. Tuan keberhasilan menerima suatu kemunduran; ia belajar dan mendapatkan keuntungan. Tetapi ketika Tuan Kegagalan kalah, ia lalai untuk belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun