Mohon tunggu...
Lalu Hendriawan
Lalu Hendriawan Mohon Tunggu... Penulis - Siswa

Pelajar Siswa SMAN 1 Gunungsari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sebuah Kebersamaan

2 Agustus 2020   13:52 Diperbarui: 2 Agustus 2020   14:02 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Linda Utami

Haiii. Kenalin namaku Angel Vania wijaya Aku berusia 17 tahun, nama Papa ku Rahendra Wijaya sedangkan Mama ku namanya Vania Prillia. Aku dilahirkan dalam keluarga yang bisa dikatakan keluarga kaya raya. Tapi bagiku harta bukanlah segalanya, karena yang kubutuhkan saat ini hanya papa dan mama. 

Dirumah sebesar ini aku tinggal berempat bersama papa, mama, dan 1 asisten keluarga yang sering aku panggil Bik Surti. Aku memiliki 1 kakak laki-laki namanya Kevin Aditya Wijaya dan sekarang dia sedang ada diluar negeri karena harus menyelesaikan pendidikannya disana. Tapi walaupun dia jauh, dia selalu mengabariku, menanyakan kabarku mulai dari hal sekecil mungkin.

Berbeda dengan papa dan mama, mereka lebih sering menghabiskan waktu dalam bekerja, mereka gila kerja dan aku membenci itu. Mereka jarang sekali meluangkan waktu untuk ku bahkan bisa dibilang tidak pernah. Saat aku meminta untuk tetap dirumah, selalu saja ada alasannya, dan ku membenci alasan mereka itu.

Sama saja seperti hari ini, bahkan untuk makan malam saja mereka tidak bisa. Saat aku sudah tertidur barulah mereka pulang. Padahal dulu keluargaku adalah keluarga yang hangat dan harmonis. Mereka selalu bisa membagi waktu, baik itu antara pekerjaan dan keluarga. Tapi sejak perusahaan papa mengalami peningkatan dan memiliki beberapa cabang restoran, papa mulai berubah dan karena padatnya pekerjaan papa maka mama juga yang harus turun tangan dalam mengelola beberapa restoran.

Kembali kebeberapa jam yang lalu.

'BRUM'

"sepertinya, mereka sudah pulang" gumamku.

'CKLEK'

Mama membuka pintu kamarku dengan sangat pelan, dikira aku sudah tertidur. Dia mengusap wajahku, mengelus rambutku, membuat mataku memanas. Tapi aku tahan agar buliran kecil itu tidak jatuh, supaya aku dikira baik-baik saja.

"Sayang kamu sudah tidur?" Tanyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun