Mohon tunggu...
Lalu Hendriawan
Lalu Hendriawan Mohon Tunggu... Penulis - Siswa

Pelajar Siswa SMAN 1 Gunungsari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sebuah Kebersamaan

2 Agustus 2020   13:52 Diperbarui: 2 Agustus 2020   14:02 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Haha kevin..kevin.. nggak akan nak kita akan terus bersama seperti ini, sampai kapanpun" Ucap sang papa. Kemudian mereka berpelukan meluapkan kasih sayang satu sama lain.

"Hiks..hiks....aku mau kembali seperti dulu, dimana semua orang selalu ada untukku hiks...hiks..hiks.. aku rindu kebersamaan kita semua.. kakak, mama, papa aku mau kalian. 

Kenapa kalian bohong? Knapa? Kalian bilang akan selalu ada untuk key, nggak bakan ninggalin key, kita akan selalu bersama. Tapi apa sekarang kalian malah jauh dari key. Key rindu pa, ma, kak. Key mau kalian, Hanya kalian, bukan harta. Karena key sudah punya harta dan harta terindah key adalah kalian. Aku mau kalian kembali" ucapku sambil menangis mengingat kebersamaan kita yang dulu.

Aku berdiri dari tempat tidurku dan melangkah menuju kamar mandi. Belum beberapa langkah aku berjalan  entah pusing darimana yang menyerang kepalaku. 

Aku berhenti dan memegang sesuatu yang mungkin bisa sebagai pegangan untukku. Saat mencoba berjalan kembali pusing itu kembali lagi bahkan 2 kali lipat dari yang tadi. Dan.......

'BRUK'  

aku tidak sadarkan diri lagi. Aku terbangun dengan beberapa benda yang menempel ditubuhku dan aku mencium bau yang sangat tidak enak. Iya sepertinya ini bau obat-obatan.

"Eugghhh...." aku memegang kepalaku yang terasa pusing. Tiba-tiba terlintas bayangan mama yang benar-benar pergi meninggalkan ku.

"berapa lama aku disini?, dimana mama dan papa?, apa mereka benar-benar meninggalkanku? Apa sama sekali aku tidak berarti baginya? Kenapa hidupku begitu menyedihkan? Hiks..hiks..hiks". Itulah pertanyaan beruntun yang aku ucapkan. Aku menangis, tidak ada yang bisa aku lakukan. 

Mereka benar-benar tidak peduli, walau aku terbaring lemah tidak berdaya seperti ini, mereka tetap pergi. Aku menarik selimut hingga menutupi wajahku sambil menangis disana.

"Sayang" samar-samar aku mendengar suara mama . Tapi aku yakin ini semua hanya ilusinasi ku. Hingga aku mendengar suara yang juga sangat aku rindukan, iya ini suara papa. Hingga aku merasakan elusan tangan dikepala ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun