Mohon tunggu...
Lailatur Rohilah
Lailatur Rohilah Mohon Tunggu... Tutor - Guru

terima kasih sudah berkenan membaca :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petarung Tunggal

9 Maret 2023   14:30 Diperbarui: 9 Maret 2023   14:40 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menatap wajahmu adalah candu, mencintaimu perihal biasa bagiku. Saat ini aku masih mencintaimu. Iya, masih kamu.

Hari telah berganti bulan, rasa masih berantakan tak keruan mau mengungkapkan takut diabaikan. Aku bukan wanita yang mahir menulis bait-bait kata, tapi aku adalah wanita yang mencintaimu tanpa sepatah kata. Harapku masih sama, ingin bertemu denganmu dan mengenalmu lebih lama. Hingga pada akhirnya, Sang Pencipta mempertemukan kita secara tak sengaja yang tak pernah ku duga sebelumnya.

Di sebuah restoran Surabaya adalah cara Tuhan mempertemukan kita. Di saat itu, aku yang tengah sibuk mengerjakan tugas tak sadar jika tenggorokanku sudah mulai kering kerontang. Hingga aku putuskan untuk menyeruput segelas jus apel yang sudah lama terabaikan. Tak hanya itu, mataku juga berpaling dari tugas - tugas yang melilit otakku.

Saat tenggorokanku mulai terselami dengan segarnya jus apel, tiba-tiba pandanganku terfokus pada seorang pria di sudut restoran. Ya, pria itu tengah asyik duduk semampai meneguk secangkir kopi hitam. Ia berperawakan tinggi menjulang dengan mengenakan topi yang tersusun rapi diatas rambutnya. Hati dan pikiranku mulai menggerutu mencoba mengingat "siapakah dia?"

Tak lama kemudian akupun menyadari bahwa pria tersebut adalah pria yang aku kagumi selama ini. aku memberanikan diri untuk menghampiri sebelum dia beranjak pergi. Tapi hati berkata "JANGAN!" nanti kamu diabaikan. Aku mengikuti kata hati, karena kata orang "ikuti kata hati, karena itu petunjuk sang Ilahi". Akhirnya Sang Maha Pencipta Rasa membuatnya melihat ke arah meja makanku. Dengan sangat tergesa-gesa bibir langsung tersenyum manis untuknya.

Aku memutuskan untuk segera pergi, karena tugasku sudah selesai. Ia masih menikmati kopi yang di seruputnya tadi. Tanpa ku sadari Ia ikut pergi untuk melanjutkan perjalanannya lagi. Akhirnya, tanpa sengaja aku dan dia berpapasan serta saling bertatapan.

Dia mengulurkan tangan serta mengatakan kalau namanya adalah Gibran. Sejenak hati berkata "Tuhan, aku harap pertemuan ini bukan pertemuan terakhir". Ternyata Tuhan tak merestui, saat itu adalah hari di mana ia pergi ke Bandung untuk melanjutkan pekerjaannya disana. Belum sempat bertatap lama, namun Ia hilang dan menjejakkan rasa. Rasa yang membuat raga ini lunglai tak berdaya hingga melekat bak solatip yang terus merekat kuat dalam asa. Asa yang terus ingin berjumpa, namun pupus ditengah jalan raya.

Pertemuan singkat ini tak bisa aku lupakan dengan sekejap, karena sejak itulah yang awalnya aku hanya mengaguminya, namun sekarang justru amat mencintainya. Ya, amat mencintainya. Tak kusangka pertemuan yang dulu hanya lewat dunia maya, namun kini menjadi nyata. Pertemuan yang hanya sekejap diatas menit mampu membuatku terhanyut terbawa arus untuk mengenalnya lebih lama.

Perasaan yang terus tumbuh semerbak membuatku tak kuasa membendungnya. Namun aku takut, aku hanya memilih diam membungkam rapat, membungkus rapi rasa ini dalam aliran sanubari.

Entahlaahh, sampai kapan rasa ini akan terus bersemayam, hanya Tuhan-lah yang tau atas semua yang ia kehendakkan. Aku hanya bisa memakai topeng. Bertopeng seolah tidak mencintainya saat bertemu, lalu melepaskannya saat tidak butuh. Sandiwara ini terus aku lakukan dengan baik. Dalam hal ini, aku hanya seorang sutradara memegang alih peran.

Aku terlalu bodoh untuk terus menyimpan dan terus memupuk rasa ini hingga tumbuh subur dalam hati. Aku sadar jika sikap baiknya hanya berteman belaka. Tak seharusnya aku merasakan hal dan berkhayal untuk bisa masuk dalam kehidupannya terlalu jauh. Aku juga sadar, aku hanyalah petarung tunggal yang mencintai sendirian dan ingin dicintai oleh pria tampan bak seorang pangeran di kayangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun