Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Ahok "Fights" BPK Habis-habisan di Sumber Waras demi Hidup dan Reputasinya

4 November 2015   10:00 Diperbarui: 16 April 2016   00:05 27627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketiga,proses pengadaan tanah Sumber Waras cacat prosedural karena bukan diusulkan oleh SKPD melainkan atas inisiatif dan negosiasi langsung antara pemilik tanah dengan Plt Gubernur, Ahok.

Keempat, pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai tidak melakukan studi kelayakan dan kajian teknis dalam penentuan lokasi. Terbukti tanah yang dibeli tidak memiliki akses untuk masuk, tidak siap bangun, langganan banjir dan bukan berada di Jl. Kiai Tapa melainkan di Jl. Tomang.

Kelima, pembelian tanah masih terikat perjanjian jual-beli antara PT Ciputra Karya Unggul (CKU) dengan Sumber Waras dimana PT CKU telah menyerahkan uang muka senilai Rp 50 milyar kepada Sumber Waras. BPK juga menemukan fakta bahwa harga yang dibeli oleh PT CKU jauh lebih murah yaitu Rp 15,5 juta per meter. Sedangkan Pemprov DKI Jakarta membeli dengan harga Rp. 20.755.000 per meter.

Keenam, pihak Sumber Waras menyerahkan akta pelepasan hak pembayaran sebelum melunasi tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB).

Saat ini, KPK telah memerintahkan  BPK untuk melakukan audit investigasi. Tujuannya adalah mencari bukti-bukti yang valid tentang ada-tidaknya kerugian keuangan daerah dalam pembelian lahan Sumber Waras itu. Dan jika ada kerugian, BPK diminta untuk menemukan inisiator sekaligus pihak-pihak yang harus bertanggungjawab terkait timbulnya kerugian keuangan daerah dan menemukan ada tidaknya tindak pidana korupsi. Namun target waktu yang diberikan kepada BPK selama 60 hari tidak cukup dan diperpanjang 20 hari lagi.

Sepintas lalu, enam kesalahan seperti yang dituduhkan BPK itu kelihatan logis. Bila membaca argumen BPK maka publik akan langsung menyalahkan Ahok. Namun sebelum menghakimi Ahok, terlebih dahulu mari kita lihat proses transaksi pembelian lahan itu menurut  versi Ahok dan pembelaannya.

Pertama, dari bukti sertifikat dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang dikantongi oleh Pemrov DKI Jakarta, lahan yang dibeli bukanlah lahan yang berada di Jl. Tomang tetapi lahan yang beralamat di Jl. Kyai Tapa (baca di sini). Dengan demikian data dan fakta yang ada di LHP BPK (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK dan juga hasil audit Garuda institute, tidak valid alias salah. Jadi tuduhan bahwa lahan yang dibeli berada di Jl. Tomang dan lebih murah sekaligus tidak ada akses jalan masuk terbantahkan dengan bukti sertifikat dan PBB yang dikantongi Pemrov DKI Jakarta.

Kedua, lahan yang semula dibeli oleh PT Ciputra Karya (sudah menyetorkan uang muka Rp. 50 miliar) hendak diubah peruntukannya menjadi tempat komersial seperti mall. Hal itu tidak mendapat ijin dari Pemrov DKI Jakarta. Oleh karena itu Pemrov DKI Jakarta mau membeli lahan itu seluas 3,6 hektar untuk membangun Rumah Sakit Jantung dan Kanker. Otomatis sengketa pembelian lahan itu dengan PT Ciputra Karya diselesaikan sendiri oleh pihak RS Sumber Waras. Lalu harga kesepakatan dengan PT Ciputra Karya, sebesar Rp. 15,5 juta per meter,  itu dibuat pada tahun sebelumnya. Harga pasar pada saat ditawarkan kepada Pemrov DKI Jakarta (appraisal) sebesar Rp. 20.755.000,- Sehingga harga pembelian lahan Sumber Waras  seluas 3,6 hektar itu sebesar Rp. 755 miliar jauh lebih murah dari nilai harga pasar sebenarnya  Rp. 904 miliar per 15 November 2015.  Harga tersebut masih wajar karena lahan Sumber Waras sangat strategis. Bandingkan harga lahan di tempat lain di tempat strategis yang luasnya di atas 2,5 hektar, harganya  di atas Rp. 20 jutaan per meter.

Ketiga, pembelian lahan Sumber Waras termasuk dalam rencana pembangunan jangka panjang menengah daerah (RPJMD). Pembelian itu merupakan kesepakatan eksekutif dan legislatif pada KUAPPAS tahun anggaran 2014, dan bukan inisiatif dari Ahok yang saat itu Plt Gubernur. Dalam pelaksanaannya, Pemrov DKI melakukan pengadaan asset lahan sesuai dengan UU Nomor 2/2012 beserta turunannya dengan nilai harga tanah sesuai dengan NJOP tahun 2014. Usul dan perjanjian dengan pihak ketiga terkait pembelian lahan Sumber Waras juga sudah ada pada masa Gubernur Fauzi Bowo. Lalu ada nota kesepahaman bersama ketua DPRD DKI periode sebelumnya Ferrial Sofyan.

Keempat, penetapan NJOP bukan ditetapkan oleh Pemrov DKI tetapi ditetapkan berdasarkan zonasi sebagai satu hamparan tanah yang ditetapkan sejak tahun 1994 sesuai dengan database yang diserahkan oleh Kementerian Keuangan c.q Dirjen Pajak. Harga NJOP lahan 3.6 hektar Sumber Waras per 15 November 2014 itu bernilai Rp. 904 miliar, lalu di beli dengan harga Rp.755 miliar, artinya di bawah harga pasar. Pembayaran tgl 31 Desember 2014 sesuai dengan anggaran 2014. Dalam pembelian itu sudah termasuk biaya-biaya dan dipotong dengan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan.

Kelima,  disposisi Ahok (8/7/2014) yang memerintahkan Kepala Bappeda untuk menganggarkan pembelian tanah Sumber Waras menggunakan APBD-P 2014, adalah untuk memastikan bahwa pembelian lahan itu cepat terlaksana.  Karena sudah ada kesepakatan dengan eksekutif sebelumnya, maka disposisi Ahok itu tidak melanggar UU Nomor 19/2012, Perpres Nomor 71/2012 dan Peraturan Mendagri Nomor 13/2006. Sebagai lanjutannya sebelum pembelian dimaksud dieksekusi atau dilakukan transaksi pada tanggal 31/12/2014,  Bappeda meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) pada tanggal 8/8/2014 untuk melakukan kajian terhadap lahan Sumber Waras itu. Jika tidak layak, maka pembeliannya bisa dibatalkan. Pada tanggal 14 November 2014, Dinas Kesehatan DKI mengeluarkan hasil kajian terhadap lahan Sumber Waras yang menyebutkan bahwa lahan itu layak dibeli karena memenuhi beberapa syarat, yaitu tanahnya siap pakai, bebas banjir, akses jalan besar, jangkauan luas, dan tanahnya lebih dari 2.500 meter persegi. Setelah mendapat hasil kajian dari Dinkes, akhirinya Pemrov mengesekusi pembelian lahan Sumber Waras itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun